KELAHIRAN pemimpin dipastikan oleh banyak-nya yang mempengaruhinya. Bukan hanya pembelajaran dan pengalaman. Kalaulah kita merunut ke model kelahiran pemimpin di masa kerajaan, masa demokrasi pada garis keturunan.

      Pada dasarnya, pemimpin yang baik itu dilahirkan oleh ibu yang memeiliki genetika yang baik. Faktor genetika ayah, memang penting. Namun, genius culture itu banyak ditentukan oleh ibu yang melahirkan, memelihara, mendidik, menjaga, dan mengawal anaknyayang ditakdirkansebagai pemimpin.

      Pelajaran kepemimpinan yang baik yang pertama bisa dilihat, malah dari genetika. Saya percaya genius culture yang dibawa seorang ibu akan melahirkan sosok pemimpin. Tetapi tentu tidak dengan itu saja. Arti seorang ibu mengajarkan bagaimana mengurusi orang banyak dan bagaimana mengajarkan tentang solidaritas, sebab sosok ibu mengajarkan bagaimana melihat tetangga yang sakit, guru yang sakit, dan lainnya. Dia mengingatkan sebagai pengajaran, misalnya, apakah kita sudah membesuk kerabat maupun teman yang sakit ? apakah kita sudah mengucapkan selamat ketika mereka berulang tahun? Bentuk-bentuk empati seperti itu diajarkan oleh seorang ibu dan diajarkan didalam rumah.

      Seseorang yang tidak memeiliki empati bukanlah seorang pemimpin. Sebab, orang yang memimpin itu awalnya adalah dihati. Ada ketulusan di nuraninya ! oleh karena itu keluarga dengan genetika yang baik merupakan modal awal, tetapi tidak cukup dengan itu saja. Modal awal itu adalah bagaimana membangun karekter yang paling dalam. Misalnya, melihat ada orang yang dipukuli disana, maka seorang pemimpin tidak boleh diam. Minimal dia bereaksi. Melihat ada orang kecurian disana, dia tidak boleh diam. Insting kepemimpinan yang dibangun dari genetika itulah yang lahir dari keluarga, dari keseharian, serta dari masyarakat.

      Apabila kalau kemudian pendekatan-pendekatan behavior yakni perilaku langsung, insting langsung, dan sugesti kepemimpinan itu didapatkan dari keluarga – katakanlah seorang ibu yang baik. Pendekatan-pendekatan itu kemudian dibangun dengan pendekatan akademik melalui pendidikan-pendidikan formal, melalui pengalaman-pengalaman dan tantangan, pastilah akan menjadi kuat. Dia pasti menjadi utuh. Intinya, tidak ada pemimpin yang tidak berhadapan dengan tantangan setiap hari.

      Pemimpin itu dapat diibaratkan sebagai tumbuhan. Kalau mau jadi rumput yang tidak kena angin, jadilah rumput dan kalian akan diinjak-injak. Tetapi kalu kau mau jadi pohon besar, tunggulah angin topan pun akan datang dan sewaktu-waktu akan bisa menumbangkanmu. Minimal menserpih-serpih apa yang ada. Kalau begitu, seorang pemimpin juga harus memiliki kesiapan-kesiapan yang luar biasa.

      Ketahanan pemimpin menghadapi beragam tantangan, memang tidak lepas dari sosok ibu. Kecerdasan kultur yang menjadi modal dasar kepemimpinan seseorang, merupakan ajaran ibu yang selalu mengawal anak-anaknya. Itu sebabnya, pemimpin yang baik itu tidak lepas dari peranan ibunya, ibu yang memberinya cinta dan beragam pengajaran kemanusiaan yang merupakan modal dasar  sukses seorang pemimpin ditengah masyarakat.

 

                                                                                                (Makassar, 1 Agustus 2014)

 KELAHIRAN pemimpin dipastikan oleh banyak-nya yang mempengaruhinya. Bukan hanya pembelajaran dan pengalaman. Kalaulah kita merunut ke model kelahiran pemimpin di masa kerajaan, masa demokrasi pada garis keturunan.

      Pada dasarnya, pemimpin yang baik itu dilahirkan oleh ibu yang memeiliki genetika yang baik. Faktor genetika ayah, memang penting. Namun, genius culture itu banyak ditentukan oleh ibu yang melahirkan, memelihara, mendidik, menjaga, dan mengawal anaknyayang ditakdirkansebagai pemimpin.

      Pelajaran kepemimpinan yang baik yang pertama bisa dilihat, malah dari genetika. Saya percaya genius culture yang dibawa seorang ibu akan melahirkan sosok pemimpin. Tetapi tentu tidak dengan itu saja. Arti seorang ibu mengajarkan bagaimana mengurusi orang banyak dan bagaimana mengajarkan tentang solidaritas, sebab sosok ibu mengajarkan bagaimana melihat tetangga yang sakit, guru yang sakit, dan lainnya. Dia mengingatkan sebagai pengajaran, misalnya, apakah kita sudah membesuk kerabat maupun teman yang sakit ? apakah kita sudah mengucapkan selamat ketika mereka berulang tahun? Bentuk-bentuk empati seperti itu diajarkan oleh seorang ibu dan diajarkan didalam rumah.

      Seseorang yang tidak memeiliki empati bukanlah seorang pemimpin. Sebab, orang yang memimpin itu awalnya adalah dihati. Ada ketulusan di nuraninya ! oleh karena itu keluarga dengan genetika yang baik merupakan modal awal, tetapi tidak cukup dengan itu saja. Modal awal itu adalah bagaimana membangun karekter yang paling dalam. Misalnya, melihat ada orang yang dipukuli disana, maka seorang pemimpin tidak boleh diam. Minimal dia bereaksi. Melihat ada orang kecurian disana, dia tidak boleh diam. Insting kepemimpinan yang dibangun dari genetika itulah yang lahir dari keluarga, dari keseharian, serta dari masyarakat.

      Apabila kalau kemudian pendekatan-pendekatan behavior yakni perilaku langsung, insting langsung, dan sugesti kepemimpinan itu didapatkan dari keluarga – katakanlah seorang ibu yang baik. Pendekatan-pendekatan itu kemudian dibangun dengan pendekatan akademik melalui pendidikan-pendidikan formal, melalui pengalaman-pengalaman dan tantangan, pastilah akan menjadi kuat. Dia pasti menjadi utuh. Intinya, tidak ada pemimpin yang tidak berhadapan dengan tantangan setiap hari.

      Pemimpin itu dapat diibaratkan sebagai tumbuhan. Kalau mau jadi rumput yang tidak kena angin, jadilah rumput dan kalian akan diinjak-injak. Tetapi kalu kau mau jadi pohon besar, tunggulah angin topan pun akan datang dan sewaktu-waktu akan bisa menumbangkanmu. Minimal menserpih-serpih apa yang ada. Kalau begitu, seorang pemimpin juga harus memiliki kesiapan-kesiapan yang luar biasa.

      Ketahanan pemimpin menghadapi beragam tantangan, memang tidak lepas dari sosok ibu. Kecerdasan kultur yang menjadi modal dasar kepemimpinan seseorang, merupakan ajaran ibu yang selalu mengawal anak-anaknya. Itu sebabnya, pemimpin yang baik itu tidak lepas dari peranan ibunya, ibu yang memberinya cinta dan beragam pengajaran kemanusiaan yang merupakan modal dasar  sukses seorang pemimpin ditengah masyarakat.

 

                                                                                                (Makassar, 1 Agustus 2014) KELAHIRAN pemimpin dipastikan oleh banyak-nya yang mempengaruhinya. Bukan hanya pembelajaran dan pengalaman. Kalaulah kita merunut ke model kelahiran pemimpin di masa kerajaan, masa demokrasi pada garis keturunan.

      Pada dasarnya, pemimpin yang baik itu dilahirkan oleh ibu yang memeiliki genetika yang baik. Faktor genetika ayah, memang penting. Namun, genius culture itu banyak ditentukan oleh ibu yang melahirkan, memelihara, mendidik, menjaga, dan mengawal anaknyayang ditakdirkansebagai pemimpin.

      Pelajaran kepemimpinan yang baik yang pertama bisa dilihat, malah dari genetika. Saya percaya genius culture yang dibawa seorang ibu akan melahirkan sosok pemimpin. Tetapi tentu tidak dengan itu saja. Arti seorang ibu mengajarkan bagaimana mengurusi orang banyak dan bagaimana mengajarkan tentang solidaritas, sebab sosok ibu mengajarkan bagaimana melihat tetangga yang sakit, guru yang sakit, dan lainnya. Dia mengingatkan sebagai pengajaran, misalnya, apakah kita sudah membesuk kerabat maupun teman yang sakit ? apakah kita sudah mengucapkan selamat ketika mereka berulang tahun? Bentuk-bentuk empati seperti itu diajarkan oleh seorang ibu dan diajarkan didalam rumah.

      Seseorang yang tidak memeiliki empati bukanlah seorang pemimpin. Sebab, orang yang memimpin itu awalnya adalah dihati. Ada ketulusan di nuraninya ! oleh karena itu keluarga dengan genetika yang baik merupakan modal awal, tetapi tidak cukup dengan itu saja. Modal awal itu adalah bagaimana membangun karekter yang paling dalam. Misalnya, melihat ada orang yang dipukuli disana, maka seorang pemimpin tidak boleh diam. Minimal dia bereaksi. Melihat ada orang kecurian disana, dia tidak boleh diam. Insting kepemimpinan yang dibangun dari genetika itulah yang lahir dari keluarga, dari keseharian, serta dari masyarakat.

      Apabila kalau kemudian pendekatan-pendekatan behavior yakni perilaku langsung, insting langsung, dan sugesti kepemimpinan itu didapatkan dari keluarga – katakanlah seorang ibu yang baik. Pendekatan-pendekatan itu kemudian dibangun dengan pendekatan akademik melalui pendidikan-pendidikan formal, melalui pengalaman-pengalaman dan tantangan, pastilah akan menjadi kuat. Dia pasti menjadi utuh. Intinya, tidak ada pemimpin yang tidak berhadapan dengan tantangan setiap hari.

      Pemimpin itu dapat diibaratkan sebagai tumbuhan. Kalau mau jadi rumput yang tidak kena angin, jadilah rumput dan kalian akan diinjak-injak. Tetapi kalu kau mau jadi pohon besar, tunggulah angin topan pun akan datang dan sewaktu-waktu akan bisa menumbangkanmu. Minimal menserpih-serpih apa yang ada. Kalau begitu, seorang pemimpin juga harus memiliki kesiapan-kesiapan yang luar biasa.

      Ketahanan pemimpin menghadapi beragam tantangan, memang tidak lepas dari sosok ibu. Kecerdasan kultur yang menjadi modal dasar kepemimpinan seseorang, merupakan ajaran ibu yang selalu mengawal anak-anaknya. Itu sebabnya, pemimpin yang baik itu tidak lepas dari peranan ibunya, ibu yang memberinya cinta dan beragam pengajaran kemanusiaan yang merupakan modal dasar  sukses seorang pemimpin ditengah masyarakat.

 

                                                                                                (Makassar, 1 Agustus 2014)