KALAH atau menang itu biasa itu dalam demokrasi bila kita cermati fenomena akrobatk politik dalam mengantar pengatin rezim pemerintahan indonesia saat ini baik alam proses pemilu pilpres sampai denga adu kuat tirani mayoritas digedung parlemen maka makna berdemokrasi yang tidak hanya sebagai proses politik untuk mengantar seseorang pada jabatan dan kekuasaan semta makin perlu dipahamkan.

Dalam konteks itu, seyogianya demokrasi diposisikan sebagai instrumen kesejahteraan. Kalau ini sudah kita sepakati sebagai suatu norma fundamental yang menjadi landasan berpikir dan bertindak, maka berbagai perbedaan pendapat, konflik kepentingan, kalah-menang dalam pemilihan pemimpin dan pembuatan kebijakan yang secara alamiah melekat pada tahapan prosedural dari proses demokrasi, tidak seyogianya menjadikan kita pecah, berseberangan secara emosional,terperangkap dalam jerat rasa senang atau tidak senang yang cenderung permanen dan bersifat ideologis.

Demokrasi substansial menempatkan semua pihak pada posisi sederajat dalam mewujudkan tujuan bersama yaitu kesejahteraan. Kalau begitu, menang-kalah dalam proses berdemokrasi adalah hal yang biasa. Seharusnya tidak perlu membuat kita hitam-putih berseberangan secara permanen. Paling penting, menang-kalah dalam proses berdemokrasi tidak harus dibawa ke konflik jalanan yang bisa membuat bangsa terganggu dan dapat memicu resonansi-resonansi negatif pada ekonomi seperti inflansi, melemahnya nilai tukar rupiah, dan penarikan investasi asing dari indonesia.

Untuk itulah, janganlah terjebak pada demokrasi sebagai tujuan karena itu hanya instrumen. Jangan terjebak demokrasi formalitas yang hanya merupakan proses mengantar seseorang pada posisi kekuasaan, tetapi demokrasi adalah sarana untuk mencapai kesejahteraan bagi rakyat indonesia

Kalau begitu, mestinya dalam politik tidak ada konflik permanen. Dan, harus dijaga dinamika politik sehingga tidak meresonansi kacaunya ekonomi kita. Sebab, demokrasi haruslah menjamin kita makin sejahtera.

                                                                        (Makassar-Jakarta, 2 oktober 2014)