Konflik adalah suatu yang wajar dan biasa dalam dunia politik. Bahkan hakikiat berpolitik ialah seni mengelolah konflik dan segala yang ada menjadi peluang untuk dijadikan mungkin.Oleh karena itu,politik segoyianya juga tidak kenal adanya kebutuhan.Karena walaupun begitu banyak dan berlapis kepentingan yang berbenturang,harus mampu dikompromikan menjadi satu tujuan bersama.Bila demikian,politik adalah seni mengelolah konflik menjadi consensus.

Oleh karena itu, jalan politik agar konflik-konflik yang ada menjadi konsensus adalah rule of the game yang harus disepakati,dijalankan secara beradab dan tanpa kekerasan.Artinya harus ada empati kebersamaan dalamnya.Kalo tidak, pastilah partai dan kelompok politik apapun di ujung kehancuran.

Golkar, sebagai partai besar dan tua serta telah berpengalaman--yang sudah teruji selama ini punya mekanisme ampuh meredam konflik dan selalu bisa keluar dari perpecahan—tampaknya dihadapkan pada kondisi sulit mengutuhkan dirinya hanya bersandar pada aturan intern yang built in selama ini. Karena perpecahan yang ada sudah mengundang intervensi kekuatan luar untuk masuk mencari solusi perpecahan. Salah sedikit penyelesaian berakhir di peradilan.

Bila itu terjadi, menjadi bukti Golkar sudah terjebak pada pendekatan fragmatis politik hanya untuk kekuasaan. Bukan berbasis lagi sebagai lembaga kader dan mengutamakan kepentingan rakyat dan negeri. Golkar hanya seperti partai lain yang bisa dipermainkan dari luar dan telah mengundang campur tangan kekuatan lain untuk masuk menjadikan partai ini sebagai alat kekuasaan. Yang jelas, ini menunjukkan lemahnya dedikasi kepartaian. Ini membuktikan rendahnya niai kekaderan yang ada dan pernah dibuktikan kader terdahulu dari partai yang berwibawa ini.

Segeralah tobat dan kembali menyatu, cari jalan keluar dengan menghadirkan consensus partai Golkar demi marwah dan eksistensi Golkar untuk rakyat dan bangsamu.

6 Maret 2015