Dengan kisruh Golkar saat ini, seharusnya menjadi pembelajaran politik dan managemen pengorganisasian bagi kader Golkar – berada dalam partai besar dan tua serta berpengalaman seperti Golkar ini. Karena itu, Golkar harus melakukan re-evaluasi atas system kepemimpinan, mekanisme organisasi dan pola kaderisasi yang selama ini berlangsung. Kita harus mampu mengidentifikasi dimana titik-titik kelemahan dalam rekruitmen kepemimpinan, sesuai tuntutan era kekinian, termasuk mengorganisasi dalam pengelolaan kader partai yang berada pada semua level dan jenis profesionalisme yang ada. Sebelum kita  menyusun konstruksi program-program prorakyat, memperkuat perjuangan Golkar yang selalu menamakan dirinya bagian dari suara rakyat, sebagai landasan bagi Golkar kalau mau memimpin Indonesia dalam decade mendatang.

Golkar memerlukan kepemimpinan yang mampu memberi inspirasi bagi lahirnya konsep-konsep yang cemerlang dari seluruh jajarannya dalam merespon tantangan-tantangan baru di bidang politik, pemerintahan, hukum, etika, sosial, budaya dan ekonomi. Kepemimpinan yang cerdas, terbuka dan akomodatif akan menghindarkan Golkar dari semua potensi disharmoni dan mengharamkan perpecahan. Mekanisme organisasi perlu ditata ulang agar segala perbedaan pandangan, konsep, dan prioritas gerakan pemilik ruang yang cukup untuk diuji dan diperdebatkan secara fair sehingga setiap partisipan merasa dihargai dan direspon pandangan dan gagasannya secara proposional.

Bersamaan dengan itu, kita bangun consensus etik bahwa sekali keputusan diambil semua pihak harus menerima dan menjalankannya dengan legowo. Kesimpulan dan keputusan organisasi menjadi milik bersama dank arena itu dijalankan bersama-sama. Apabila setelah keputusan ditetapkan masih ada ketidakpuasan, sikap itu secara etika tidak selayaknya disampaikan ke publik, apabila disertai gerakan pembangkangan atau sempalan. Secara etika, sikap dan prilaku seperti itu termasuk kategori kepengecutan dan penghianatan terhadap integritas organisasi.

20 Maret 2015