Ada tiga pendekatan yang harus kita ingat sebagai orang yang mengemban amanah dan menjadi pendekatan budaya dan filosofi hidup. Pertama, kita harus menyadari bahwa hidup ini sangat singkat,”live is a shorty”, kita tidak rasa umur kita bertambah terus, baru saja tahun baru kita bertambah terus, baru saja tahun baru kita tahun baru lagi. Tidak terasa umur kita tiga puluh, empat puluh, lima puluh kayaknya masih kemarin. Oleh karena itu, hidup itu adalah ibadah, jangan biarkan umur yang berjalan cepat dan pendek itu tidak dibarengi dengan hadirnya pendekatan-pendekatan sunnatullah bagi ibadah-ibadah dan amalan-amalan yang baik.

Kedua, hidup ini hanya punya arti kalau diisi dengan kasih sayang dan kecintaan kita kepada alam, kepada manusia, kepada binatang dan kepada kehidupan itu sendiri. Hadirkan cinta kasih, hadirkan kasih sayang. Hadirkan cinta kasih, hadirkan keluarga yang penuh kedamaian, juga hadirnya damai di berbagai lini kehidupan. Hanya orang damai yang bisa menjaga segala sesuatunya bermakna dalam kehidupan. Walaupun kita punya harta besar dan banyak, walaupun kita memiliki materi yang banyak, tetapi kemudian kita kehilangan cinta dan kasih sayang, maka materi itu tidak memberi apa-apa, materi itu tidak bisa menjadi rahmat. Dan akhirnya kita bisa kehilangan materi itu.

Oleh karena itu, selain kesadaran  tentang singkatnya hidup, serta perlunya kehidupan diisi dengan cinta dan kasih sayang, tentu saja barulah bermakna meninggal dunia yang singkat ini apabila kita mampu mewariskan kehidupan yang bermakna, ‘live is legacy”. Ada karya yang bisa dikenang oleh orang-orang di belakang. Sebab, hanya itulah (karya) persembahan yang bisa kita persembahankan pada Allah, dunia dan anak cucu kita.*