Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia, Nadiem Makarim mengeluarkan sejumlah kebijakan yang
mengundang reaksi beragam, khususnya di kalangan dunia pendidikan.
Nadiem menyebut empat program ini sebagai kebijakan pendidikan "Merdeka Belajar"
Selain mengubah UN menjadi sistem assemen kompetensi yang dinilai cukup kontroversial, Nadiem juga akan menerapkan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
Selain itu, Nadiem juga cukup memberi perhatian terhadap persoalan guru. Jika selama ini, para Pahlawan Tanpa Tanda Jasa itu masih dibebani persoalan administrasi dan semua tetek bengek di luar tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) sebagai seorang guru, ke depan tidak lagi.
Tidak sampai disitu, malah orang nomor satu di negara ini, yakni Presiden Joko Widodo mewacanakan akan menarik kewenangan dan pengelolaan terhadap guru-guru ke pemerintah pusat. Artinya. Status guru yang selama ini menjadi aparatur sipil negara (ASN) daerah, akan berubah menjadi ASN Pusat.
Khusus untuk penghapusan UN dan diubah menjadi assesmen, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI), Ramli Rahim berkomentar jika kebijakan itu cukup tepat. Malah seharusnya Ujian Nasional tersebut dihapuskan bukan di tahun ajaran 2020-2021. Tetapi seharusnya sudah dihapuskan di tahun ajaran 2019-2020.
Dalam faktanya, UN tidak memberi manfaat signifikan, baik terhadap respon pemerintah terhadap sekolah-sekolah yang tertinggal, maupun upaya-upaya pemerintah sebagai dampak dari hasil ujian nasional.
"Tidak terlihat sama sekali di lapangan dan karena itu jika UN dianggap sebagai sebuah pemetaan. Maka sesungguhnya UN ini tidak berarti sama sekali," tambahnya.
Dia menilai, UN turut berpartisipasi terhadap semakin menurunnya kemampuan anak-anak Indonesia. Karena anak-anak bukan lagi belajar bagaimana mengembangkan kemampuannya sesuai dengan minat dan bakat mereka. Bukan lagi bagaimana mengembangkan kemampuan daya nalar mereka. Bukan pula bagaimana mereka mampu menguasai teori-teori dasar. Tetapi yang mereka lakukan adalah bagaimana menggunakan segala macam cara untuk mendapatkan nilai tinggi di ujian nasional.
Mulai dari bimbingan belajar berjamuran untuk kebutuhan Ujian Nasional dan seleksi masuk PTN.
"Jadi bukan untuk meningkatkan kemampuan siswa tetapi hanya ada untuk membuat siswa-siswa kita mampu menjawab soal dengan benar meskipun tidak paham maksud dari soal tersebut," tegasnya.
Soal rencana pengalihan status guru menjadi ASN Pusat, Ketua IGI pun juga sangat merespon.
Alasannya, untuk menghindari guru-guru dilibatkan dalam politik praktis di daerah.
Selama ini, guru-guru terkesan dimanfaatkan oleh petahana untuk mendulang suara. Jika tidak mau, ketika sang petahana menang lagi, seringkali guru-guru harus menjalani hukuman dipindahkan ke daerah terpencil.
Apa yang disebutkan diatas baru sebagian kecil dari banyaknya rencana-rencana besar Mendikbud Nadiem Makarim untuk peningkatan kualitas pendidikan kita.
Namun, perlu ditekankan, sebelum menerapkan rencana-rencana tersebut, butuh kajian dan analisa yang dalam untuk mengetahui plus minusnya.
Diskusi-diskusi mendalam melibatkan pakar dan pendidikan, pemerintah daerah, praktisi, dan semua stakeholder harus dilakukan agar keputusan yang akan diambil nantinya merupakan yang terbaik. Jangan sampai kebijakan yang diterapkan premature dan menjadi ajang coba-coba yang bisa merugikan anak didik kita.
Soal gonta-ganti kebijakan itu, Gubernur Sulsel HM Nurdin Abdullah saat Peringatkan Hari Guru Tingkat Sulsel di Hotel Claro pernah pernah mengatakan butuh kajian mendalam sebelum mengambil keputusan dalam menjalankan sistem pendidikan yang dianggap paling pas untuk putera-puteri kita.
"Kita harus mendengar bagaimana pendapat orang tua, bagaimana dampak bagi siswa, dan bagaimana guru, dan komponen masyarakat lainnya," kata Nurdin Abdullah. (rahmah)