Praktek Pungutan liar (pungli) sudah merupakan budaya dan sudah mendarah daging di negeri ini. Pungli sudah bukan lagi rahasia umum, hampir setiap tempat dapat kita temui terutama di lembaga-lembaga pelayanan publik, baik pemerintah maupun non pemerintah dan berlangsung secara terbuka dan transparan tanpa ada perasaan bersalah bagi para pelaku pungli. Semua dilakukannya dengan sadar untuk mendapatkan penghasilan lebih dan memperkaya diri.
Pungli dilakukan baik secara individu maupun berkelompok, dan semua berlangsung secara masiv. Pemerintah juga seakan tidak mampu berbuat apa-apa apalagi melakukan tindakan tegas, sehingga pungli semakin tumbuh subur dan berkembang dan menyentuh hampir semua lini, baik di Institusi Pemerintahan seperti Kelurahan dalam hal pembuatan KTP, akte kelahiran dan yang agak besar adalah Proyek Pengadaan Prasarana dan Pembangunan Konstruksi, di Kepolisian ada pengadaan SIM, Pengurusan STNK. Kementerian Hukum dan HAM juga merupakan tempat bersarangnya pungli seperti Imigrasi, Lembaga Pemasyarakatan, begitu juga di Kementerian Perhubungan seperti dalam pengurusan izin pelayaran, jembatan timbang dan lain-lain. Boleh dikata hampir semua lembaga-lembaga pelayanan publik ada pungli bahkan di pasar-pasar pun ada palak-palak yang ujung-ujungnya menyengsarakan masyarakat.
Pungli ibarat penyakit lama yang sudah kronis, parah sehingga sulit disembuhkan kecuali melalui tindakan dokter. Begitu pula dengan pungli hanya bisa disembuhkan bila ada tindakan tegas dari pemerintah. Apa yang terjadi saat ini adalah adanya kecenderungan masyarakat kita untuk mengejar prestise dengan cara-cara yang tidak benar, memperkaya diri dengan cara yang tidak halal tanpa memperhitungkan kesusahan orang lain, tanpa memperdulikan etika, aturan, hukum maupun agama. Mereka seakan berlomba untuk mendapatkan fasilitas dan kekayaan dengan memanfaatkan jabatan dan kewenangan yang dimiliki, dan parahnya para pelaku pungli menganggap bahwa apa yang dilakukannya adala sesuatu yang lumrah dan wajar. Kondisi ini tentu tidak boleh dibiarkan, harus ada tindakan yang tegas untuk menghentikannya, karena pungli sudah menjadi momok bagi masyarakat.
Presiden Jokowi pasca ditemukannya pungutan liar di Kementerian Perhubungan beberapa waktu lalu, telah mengambil langkah tegas dengan membentuk Operasi Pemberantasan Pungli yang diketuai oleh Menteri Koordinatot Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto. Presiden mengatakan “Hati-hati, kalau ketahuan pungli, tangkap dan pecat,”.
Presiden juga telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 tentang Pemberantasan (pungli). Pernyataan tegas Jokowi menunjukkan, betapa Pemerintah betul-betul dan bersungguh-sungguh untuk memberantas pungli. Keinginan Presiden ini juga telah didukung oleh seluruh Gubernur se-Indonesia untuk melakukan tindakan-tindakan yang nyata dalam memberantas pungli, karena pungli merupakan bagian Program Reformasi Hukun berupa paket kebijakan hukum I, salah satunya adalah pemberantasan Pungutan Liar di berbagai Lembaga Negara.
Praktek pungli bukan hanya terjadi di Kementerian Pusat tetapi juga di Instansi Pemerintah Daerah yang membuat geram sebagian pihak, karena praktek pungli akan berdampak kepada buruknya citra instansi di mata masyarakat. Gubernur Sulawesi Selatan, Dr. (Hc) H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.Si. M.H, sejak tiga bulan yang lalu sudah menyampaikan kepada seluruh SKPD untuk tidak main-main dengan pungli. Gubernur juga berusaha melakukan pengawasan dan pencegahan bahkan telah melakukan kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), disamping itu juga Gubernur telah melakukan inspeksi ke sejumlah daerah.
Menurut Syahrul, praktek pungli yang dapat merugikan masyarakat adalah tindakan yang sangat tercela dan merusak citra pemerintah. Terkait dengan adanya kasus pungli yang terjadi di Dinas Perhubungan, Syahrul telah membentuk satgas yang akan menelusuri kasus tersebut. “Semua yang terlibat harus ditangkap dan diproses secara Hukum”, tegasnya.
Tindakan tegas yang akan diberikan pemerintah apabila terbukti melakukan pungutan liar agar diproses secara hukum dan dilakukan tindakan pemecatan bila pelakunya dari Aparatur Sipil Negara (ASN), adalah tindakan yang paling tepat mengingat praktek pungutan liar telah banyak merugikan masyarakat. Sangsi pemecatan bagi pelaku pungli ini penting untuk memberikan efek jera kepada para pelaku pungli.
Namun demikian pemberian sangsi jangan hanya dilakukan pada tingkat bawah atau pegawai rendahan tetapi juga harus dilakukan dari tingkat atas. Pokoknya siapapun yang terbukti harus diberikan sangsi tanpa padang bulu, pemberantasan pungli harus dilakukan secara sungguh-sungguh disemua ruang dan lembaga pelayanan public tanpa melihat berapapun nilainya. Ini sudah waktunya kita lakukan bersih-bersih pungli sampai keakar-akarnya, kita jangan membiarkan para pelayan publik melakukan pungli sekecil apapun, pengawasan harus lebih ditingkatkan, inpeksi harus dilakukan melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Disamping itu juga perlu ada tindakan pencegahan untuk meminimilisir terjadinya praktek pungli melalui pembenahan ASN yang bergerak dibidang pelayanan publik, dengan melakukan evaluasi mulai dari peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan, perbaikan sistim pelayanan yang lebih cepat, membangun sistem kontrol yang baik dan penggunaan layanan secara elektronik. Apabila hal ini dilakukakan saya yakin praktek pungli akan semakin berkurang bahkan hilang sama sekali, ini juga perlu komitmen dari semua unsur mulai dari Pemerintah, kejaksaan, kepolisian dan juga swasta.