Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo menjadi pembicara pada Fokus Group Discussion (FGD) "Menakar Utilitas Rakyat atas Tol Laut Jokowi" yang dilaksanakan di Metro TV, Jakarta (19/12/2017).
Selain Syahrul, sejumlah pembicara lainnya, yaitu Wakil Ketua DPD, Nono Sampono dan Plt Gubernur Sulawesi Tenggara, Saleh Lasatta.
Nono Sampono mengatakan Presiden Jokowi ingin menjadi Indonesia sebagai negara maritim."Saat pengukuhan ingin menjadikan Indonesia poros maritim untuk membangun Indonesia. Dengan kekuatan ini, Nusantara pernah dipersatukan oleh Majapahit dan Sriwijaya, kenapa kita tidak mencontohkan pendahulu kita," katanya.Sementara itu, Syahrul menyebutkan jika ingin berbicara tentang pembangunan di Indonesia Timur perlu pendekatan khusus. Walaupun memiliki penduduk yang lebih sedikit namun kaya akan sumber daya alam.
Syahrul menyebutkan, keunggulan kekayaan alam yang dimiliki KTI, misalnya sangat kaya akan nikel, emas, minyak bumi dan perikanan.
"Jangan kira cuma di Arab ada emas dan minyak, kita juga punya. Perikanan misalnya, apa yang kurang, Sulsel punya ikan tuna 52.000 ton jatah per tahun yang baru dikelola 12.000 ton," sebutnya.
Keunggulan lainnya, terdapat 9.000 pulau dari 17.000 pulau di Indonesia, 5.000 sungai dan 21 gunung tertinggi.
Sulsel sendiri dijelaskan olehnya, tumbuh dalam sepuluh tahun terkahir sebesar 400 persen. Income rakyat dari Rp 8,5 juta menjadi Rp 53,6 juta. Uang yang beredar selama setahun dari Rp 85 triliun menjadi Rp 403 triliun. Sulsel juga overstok beras dari 900 ribu ton menjadi 2,6 juta dengan nilai setara Rp 34 triliun dengan modal hanya Rp 378 miliar.
"Indonesia ini sangat kaya, butuh dikelola dengan bagus, harus wise (bijaksana), bayangkan kalau PDRB nasional cuma 12 persen yang ke timur untuk 18 provinsi, pantas saja kalau di foto di peta malam hari gelap," ujarnya.
Permasalahan yang dihadapi menurutnya dan harus diselesaiakan adalah insentif, energi, infrastruktur, riset dan teknologi, serta regulasi.
Salah satu cara tercepat untuk peningkatan ekonomi Indonesia adalah dengan tol laut.
"Mengelola ekonomi harus dengan laut, biaya lebih sedikit," ujar Syahrul.
Syahrul juga menyampaikan bahwa perlu dipisahkan antara mengakselarasi perekonomian dengan keamanan. Jangan terjadi ketimpangan dalam berbagai sektor.
Misalnya untuk kebijakan impor beberapa komoditi hanya bisa di Jakarta dan Surabaya, namun di Makassar tidak.
"Misalnya Makassar, hanya bisa impor minuman keras, memangnya kita mau jadi pemabuk? impor lain juga harus dibuka, sehingga kontainer tidak kosong, hanya saja rasa nasionalime kita harus tinggi," ucapnya.
Misalnya jika diberikan regulasi tersebut dan terdapat masalah, maka yang harus bertanggung jawab adalah pimpinan daerah tersebut. Bahkan Syahrul menyarankan untuk tidak segan dilakukan pemecatan. Termasuk setingkat gubernur.
Ia juga percaya bahwa Indonesia adalah negara besar dan kuat, namun untuk setiap regulasi yang ada perlu diasistensi.
Hal yang sebaiknya dilakukan yaitu, untuk bahan bakar minyak perlu hadir insentif di KTI. Terutama yang digunakan untuk pengangkutan. KTI diperhatikan karena hampir seluruh provinsi perekonomianya tumbuh di atas enam persen.
"Ini tidak boleh berhenti, dan Presiden Jokowi sudah membuat ini," harapnya.
Yang perlu menjadi perhatian serius menurutnya, adalah pelibatan penelitian yang dilakukan oleh dunia pendidikan seperti perguruan tinggi dan hadirnya sekolah-sekolah kemaritiman. Sulsel sendiri telah menghadirkan hal tersebut.
"Katanya kita punya laut 70 persen, apakah keberpihakan di laut sudah kita lakukan? Sekolah-sekolah yang ada sudah menciptakan itu. Sulsel sendiri siap menjadi percontohan utama di Indonesia," pungkasnya.
Selasa, 19 Desember 2017 (Srf/Nia)