Skip to main content
 

Kabupaten Bantaeng


Kabupaten Bantaeng adalah sebuah kabupaten di Sulawesi Selatan yang  memiliki  luas wilayah 395,83 km² dengan jumlah penduduk  ± 178.699 jiwa.  Kabupaten ini terdiri dari 8 Kecamatan dengan 67 Kelurahan dan desa. Secara geografis Kabupaten Bantaeng terletak pada koordinat antara 5o 21’ 13” sampai 5o 35’ 26” Lintang Selatan dan 119o 51’ 42” sampai 120o 05’ 27” Bujur Timur.

Batas Wilayahnya :

" Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto
" Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba
" Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Bulukumba
" Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores

Kabupaten Bantaeng terletak di bagian selatan Sulawesi Selatan dengan jarak tempuh dari Kota Makassar sekitar 123 km dengan waktu tempuh antara 2,5 jam.

Di Kabupaten Bantaeng mempunyai hutan produksi terbatas 1.262 Ha dan hutan lindung 2.773 Ha. Secara keseluruhan luas kawasan hutan menurut fungsinya di kabupaten Bantaeng sebesar 6.222 Ha (2006).

Kabupaten Bantaeng memiliki beberapa tanah yang cocok untuk budidaya, jenis tanah tersebut sebagai berikut :

a. Tanah Mediteran Coklat seluas 16.407 Ha (41,45%)
b. Tanah Mediteran Kemerahan, seluas 10.296 Ha (26,01 %)
c. Tanahh Andosol Coklat seluas 45,245 Ha (11,43 %)
d. Tanah Regosol Coklat Kelabu seluas 3.646 Ha (9,20 %)
e. Tanah Latasol Coklat Kekuningan seluas 4.710 Ha (11,90 %)

V i s i :

Mewujudkan Bantaeng Yang Maju, Mandiri Berlandaskan Iman Dan Taqwa

M i s i :

1.

Membangun ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada sektor pertanian, menumbuhkan kekuatan ekonomi berbasis sumber daya unggulan yang berorientasi partisipasi, efisiensi dan keunggulan bersaing.

2.

Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat.

3.

Meningkatkan kemampuan birokrasi, pelayanan masyarakat dan tegaknya supremasi hukum.

4.

Mendorong, memberdayakan dan meningkatkan kemandirian/ partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

5.

Mendorong pengembangan ajaran agama, guna mewujudkan peningkatan kualitas iman dan taqwa.

Sejarah Terbentuknya Kabupaten Bantaeng

Bantaeng awalnya bernama ” Bantayan ” yang kemudian di ganti dengan nama ” Bhontain ” dan terakhir berganti nama menjadi “Bantaeng” berdasarkan Keputusan DPRD-GR Kabupaten Bantaeng Nomor 1/Kpts/DPRD-GR/I/1962 tanggal 22 Januari 1962. Bantayang memiliki makna yakni tempat pembataian hewan dan sapi/kerbau dimasa lalu untuk menyambut dan manjamu utusan Kerajaan Singosari dan Kerajaan Majapahit ketika memperluas wilayahnya ke bagian timut Nusantara sekitar abad ke XII dan XIII. Bantaeng juga dikenal dengan julukan “Butta Toa” , oleh sebab itu Bantaeng memiliki latar belakang sejarah yang sudah diketahui dimana telah terbentuk sejak tanggal 7 Desember 1254 sesuai dengan hasil keputusan Musyawarah Besar Kerukunan Keluarga Bantaeng (KKB) yang diselenggarakan pada tanggal 24 Juli 1999, dimana sesuai pertimbangan, saran dan alasan para nara sumber, pakar dan ahli sejarah serta tokoh pemuka masyarakat yang berasal dari Bantaeng maupun tokoh yang masih mempunyai keterkaitan moral dengan Bantaeng. Juga berdasarkan penelusuran sejarah dan budaya, baik pada awal masa pemerintahan Kerajaan masa pemerintahan Hindia Belanda, masa pemerintahan awal kemerdekaan hingga terbentuknya Kabupaten Daerah Tingkat II Bantaeng berdasarkan Undang-Undang No. 29 tahun 1959 sampai sekarang.

MASA TERBENTUKNYA KABUPATEN DAERAH TK. II BANTAENG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 1959
Berdasarkan Undang-undang nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II di Sulawesi, maka status Bonthain sebagai daerah Afdeeling berakhir dan selanjutnya menjadi Kabupaten Daerah Tingkat I Bonthain. Pada tahun itu juga, maka nama Bonthain berubah menjadi Bantaeng dengan alas an nama itu tidak sesuai dengan alasan kemerdekaan , karena nama Bonthain berbau ciptaan Belanda.
Sebagai Bupati Kepala Daerah yang pertama ditunjuk adalah sebagai berikut :

  1. A. Rivai Bulu yang dilantik pada tanggal 1 Februari 1960 oleh Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan hingga tahun 1965.
  2. Aru Saleh tahun 1965 sampai tahun 1966 menjabat Kepala Daerah sementara.
  3. Haji Solthan tahun 1966 sampai tahun 1971 berdasarkan hasil pemilihan secara Demokratisyang pertama kali dilaksanakan didaerah ini melalui DPR, Haji Solthan kemudian memasuki masa jabatan kedua tahun 1971 sampai tahun 1978.
  4. Drs. Haji Darwis Wahab selanjutnya terpilih menjadi Bupati Kepala Daerah tahun 1978 sampai tahun 1982 dan dilanjutkan pda masa jabatan kedua tahun 1982 sampai tahun 1988.
  5. Drs. H. Malingkai Maknun menjabat Bupati Kepala Daerah tahun 1988 sampai tahun 1993.
  6. Drs. HM. Said Saggaf, M.Si. tahun 1993 sampai tahun 1998.
  7. Drs. H. Asikin Solthan. M.Si. tahun 1998 sampai tahun 2003, dilanjut masa jabatan kedua kalinya Tahun 2003 sampai tahun 2008.

Perlu diketahui bahwa Drs. H. Azikin Sulthan . M.Si adalah sebagai Bupati Kepala Daerah pertama pada era reformasi hingga memasuki berlakunya undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang merubah status sebagai daerah Otonomi.
Maka pada tanggal 25 Juni 208 terjadi sejarah baru di daerah Bantaeng yakni diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dimana dilaksanakan pemilihan Pemimpin Pemerintahan oleh Rakyat tanpa terwakili DPRD maka pada saat itulah hanya empat pasangan putra terbaik dipilih rakyat yang diusung oleh sejumlah partai yang duduk di parlemen sebagai wakil rakyat telah menempatkan yakni :

  1.  Drs. H. Syahan Solthan, M.Si.
  2.  DR. Ir. HM. Nurdin Abduah, M.Agr.
  3. Ir. H. Arfandi Idris, S.H
  4. H. Ibrahim Solthan, S.Sos

Namun dalam pelaksanaan Pesta Demokrasi Rakyat Bantaeng yang ditentukan 127 ribu suara rakyat dengan tingkat persentasi sebesar 46 persen, maka dengan secara otomatis DR. Ir. HM. Nurdin Abdulla, M.Agr. adalah terpilih sebagai pemimpin Bantaeng periode 2008 sampai tahun 2013.

Bantaeng Berjarak 125 Km kearah selatan dari Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayahnya mencapai 395,83 Km2, dengan jumlah penduduk 170.057 jiwa (2006) dengan rincian Laki-laki sebanyak 82.605 jiwa dan perempuan 87.452 jiwa. Terbagi atas 8 kecamatan serta 46 desa dan 21 kelurahan. Pada bagian utara daerah ini terdapat dataran tinggi yang meliputi pegunungan Lompobattang. Sedangkan di bagian selatan membujur dari barat ke timur terdapat dataran rendah yang meliputi pesisir pantai dan persawahan.

Kabupaten Bantaeng yang luasnya mencapai 0,63% dari luas Sulawesi Selatan, masih memiliki potensi alam untuk dikembangkan lebih lanjut. Lahan yang dimilikinya ±39.583 Ha. Di Kabupaten Bantaeng mempunyai hutan produksi terbatas 1.262 Hektar dan hutan lindung 2.773 hektar. secara keseluruhan luas kawasan hutan menurut fungsinya di kabupaten Bantaeng sebesar 6.222 Hektar (2006).

Karena sebagian besar penduduknya petani, maka wajar bila Bantaeng sangat mengandalkan sektor pertanian. Masuk dalam pengembangan Karaeng Lompo sebab memang jenis tanaman sayur-sayurannya sudah berkembang pesat selama ini. Kentang adalah salah satu tanaman holtikultura yang paling menonjol. Data terakhir menunjukkan bahwa produksi kentang mencapai 4.847 ton (2006). Selain kentang, holtikultura lainnya adalah kool 1.642 ton, wortel 325 ton, dan buah-buahan seperti pisang dan mangga. Perkembangan produksi perkebunan, khususnya komoditi utama mengalami peningkatan yang cukup berarti.

Sektor industri menjadi pilihan kedua untuk dikembangkan di Kabupaten Bantaeng yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pengembangan sektor industri sangat berpeluang dimasa mendatang, namun membutuhkan investor yang sangat kuat. Dengan perkembangan sektor industri, dampaknya sangat positif, sebab disamping meningkatkan pendapatan masyarakat juga menyerap banyak tenaga kerja. Industri-industri yang berkembang antara lain adalah industri pembersih biji kemiri, pembuatan gula merah, pertenunan godongan, pembuatan perabot rumah tangga dari kayu, anyaman bambu atau daun lontar, dan lain-lain.

Deskripsi Daerah

Tongkonan adalah rumah adat masyarakat Toraja. Atapnya melengkung menyerupai Perahu, terdiri atas susunan bambu (saat ini sebagian tongkonan menggunakan atap seng). Di bagian depan terdapat deretan tanduk kerbau. Bagian dalam ruangan dijadikan tempat tidur dan dapur. Tongkonan digunakan juga sebagai tempat untuk menyimpan mayat.

Londa adalah salah satu pemakaman unik di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Lokasinya terletak antara kota Makale dan Rantepao, di Tadongkon. Kuburan di Londa ini terbilang unik karena mayat hanya dimasukkan ke dalam peti dan diletakkan di dalam gua batu. Disana juga banyak terdapat tengkorak yang sudah berumur ratusan tahun. Londa adalah tempat pekuburan dinding berbatu dan patung-patung (tau-tau). Di dalamnya terdapat gua dengan banyak tengkorak kepala manusia.

 

Terletak di Desa Kampala, Kecamatan Ere merasa, sekitar 16 kilometer dan Kota Bantaeng. Perjalanan menuju ke sana dapat ditempuh sekitar 30 menit, melewati jalan aspal dengan tanjakan yang sesekali berkelok.

Di sepanjang jalan, anda dapat menyaksikan rumah panggung berjejer di antara areal persawahan. Di sekitar permandian ini udaranya sejuk, dengan pemandangan alam berupa perbukitan yang ditumbuhi pohon dan tanaman berwarna hijau.

Di sini terdapat kolam renang sebanyak dua buah, masing masing untuk orang dewasa dan anak-anak. Kolam renang mi mempunyai sumber air dari pegunungan. Airnya jernih dan sejuk. Di dalam kolam renang itu, anda dapat melakukan kegiatan mandi dan lomba renang. Di antara dua kolam renang, terdapat sebuah panggung untuk pentas atau pertunjukan acara.

Di sekitar kolam renang, terdapat aliran air dan pegunungan mengalir di antara batu-batu dan membentuk air terjun kecil. Di bawah air terjun itu terdapat aliran air yang membentuk sungai kecil. Hati-hati, kalau anda ingin menyaksikan air terjun kecil ini. Anda harus melewati jalan kecil dengan tangga tanah.

Terletak di Desa Bonto Salluang, Kecamatan Bissappu, sekitar 5 kilometer dan Kota Bantaeng. Perjalanan menuju ke sana dapat ditempuh sekitar 15 menit, melewati jalan aspal dengan tanjakan berkelok-kelok.

Perjalanan menuju ke sana sebaiknya dilakukan di waktu pagi atau sebelurn siang hari. Di sepanjang jalan, anda dapat merasakan udara sejuk dengan pemandangan alam berupa pepohonan hijau di kanan-kiri jalan. Setelah tiba di lokasi tujuan wisata, anda dapat menyaksikan pohon jati di sekitar air terjun.

Untuk dapat melihat air terjun, pengunjung harus berjalan melewati anak tangga yang bersusun ke bawah. Land sekap di sekitar air terjun itu tertata secara alami. Di sekitarnya terdapat tempat untuk beristirahat, ada batu besar yang dapat digunakan sebagai tempat duduk.

Terletak di Desa Baruga, Kecamatan Pajukukang, sekitar 18 kilometer dan Kota Bantaeng. Perjalanan menuju ke sana dapat ditempuh sekitar 30 menit, melewati jalan poros Bantaeng ke arah Kabupaten Bulukumba. Pantai pasir putih ini terletak tidak jauh dari jalan raya.

Pengunjung yang melakukan perjalanan ke sana dapat menggunakan sepeda motor atau mobil. Dari jalan raya, terdapat jalan setapak yang dapat dilewati oleh kendaraan bermotor. Jalan tanah yang sudah mengalami pengerasan ini jaraknya tak lebih dan 1 km dari jalan raya.

Di sini anda dapat melakukan kegiatan berjemur di pantai atau olahraga pantai. Mandi atau berendam di laut juga kegiatan yang mengasyikkan. Kalau anda ingin berlayar dengan perahu, di sepanjang pantai tersedia perahu nelayan yang dapat disewa untuk berkeliling di sepanjang pantai.

Terletak di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Uluere, sekitar 24 kilometer dari Kota Bantaeng. Perjalanan menuju ke sana dapat ditempuh dengan perjalanan darat sekitar 90 menit, melewati Kecamatan Bissappu.

Jalan menuju ke sana berkelok-kelok dan mendaki di sepanjang jalan. Pengunjung dapat menyaksikan tanaman jagung yang ditanam di lereng-lereng bukit. Di sini udaranya sejuk, karena berada di atas daerah ketinggian.

Hati-hati melakukan perjalanan ke sana pada musim hujan, karena jalannya licin. Kendaraan yang dibawa ke sana kondisinya harus prima. Remnya harus berfungsi dengan baik. Pada tanjakan yang terdapat belokan, kurangi kecepatan kendaraan yang digunakan.

Terletak di Kelurahan Tappanjeng, Kecamatan Bantaeng, berada dalam Kota Bantaeng. Perjalanan menuju ke sana dapat ditempuh sekitar 5 menit, melewati jalan poros. Di sini ada dermaga sebagai tempat berlabuhnya perahu-perahu nelayan atau perahu yang membawa barang.

Dermaga dengan konstruksi kayu itu menjadi tempat bersantai para anak muda di waktu sore han. Di dekatnya terdapat cafetaria, tempat yang menjual makanan dan minuman ringan serta menyajikan musik.

Tak jauh dan dermaga, di sepanjang pantai, terdapat tempat duduk yang terbuat dan tembok memanjang dan timur ke barat. Banyak anak muda yang senang mangkal di sini. Duduk di pinggir pantai di sore han sambil menunggu sunset yang akan terbenam, merupakan pemandangan yang dapat dijumpai setiap han. Pada hari satu sore atau malam minggu biasanya ditempat ini pulalah secara spontanitas bermunculan para penjual barang – barang bekas.

Obyek wisata ini terletak di Kelurahan Bontojawa Kecamatan Bissappu, berjarak sekitar 16 km dari kita Bantaeng dengan jarak tempuh perjalanan sekitar 30 menit. Gua ini berada pada daerah perbukitan sehingga memerlukan tenaga ekstra untuk melihat keindahan obyek wisata ini, jarak dari jalan raya sekitar 300 meter…wah cukup jauh juga yah..tapi anda bisa naik kendaraan loh.
Obyek wisata ini tergolong unik dan langkah dari namanya saja Gua Batu Ejayya berarti Gua Batu Merah, Gua ini dikelilingi dengan bebatuan yang berwarna merah. Disini anda bisa melihat keindahan alam dari atas batu dan dapat melihat gua yang sangat gelap. Disekitar gua ini terdapat banyak pohon randu, dimana masyarakat setempat menggunakannya sebagai bahan baku untuk pembuatan kasur sebagai mata pencahariannya.

Gua ini terbentuk dari batu kapur yang terjadi pada zaman plestosin, dua semacam ini sering disebut abris sous rouce. Pada zaman Plestosin, es yang ada di kutub Utara dan Selatan mancair. Akibatnya, terjadi air pasang hingga beberapa meter daiatas permukaan laut, dan air laur menutui sebagaian besar daratan, karena adanya pukulan-pukulan ombak ke gunung batu kapur maka terbentuklah apa yang disebut gua.

Gua Batu Ejayya pernah ditelit pada tahun 1937 oleh Van Stein Callonfols, ilmuwan dari Belanda, ia melakukan penggalian arkeologi dan menemukan alat-alat batu jenis calsedon berupa serpihan yang digunakan sebagai pencerut dan ujung-ujung anak panah.

Konon, Gua Batu Ejayya ini memiliki latar belakang sejarah yang sangat unik pula, Batu Ejayya memiliki saudara bernama Batunu yang terletak di di desa Mattoanging anehnya satu di perbukitan satu di lautan. Dari turun temurun Batu Ejayya diyakini sebagai tempat keramat, sehingga masih banyak masyarakat dari dalam dan luar daerah yang datang ke tempat ini untuk berdoa dan membawa beberapa sesajen. Percaya tau ngga percaya tergantung keyakinan kita masing-masing.
Disini kita bisa melihat seluruh kota Bantaeng dari kejahuan dengan pemandangan yang sangat indah dan menarik. Kita bisa mengajak keluarga kita untuk berkunjung ke tempat ini dan melihat ketakjuban dari Gua Batu Ejayya.

Kompleks makam para Raja-Raja ini merupakan salah satu bukti Kejayaan Bantaeng dimasa lalu dengan latar belakang sejarah bahwa Bantaeng merupakan Daerah kawasan para Raja-Raja atau lebih dikenal sebagai Karaengna Bantaeng. Kawasan ini terletak di tengah kota Kabupaten Bantaeng tepatnya di Lingkungan Lembang Cina Keurahan Pallantikang Kecamatan Bantaeng, sekitar 50 meter, untuk menuju kawasan ini kita bias jalan kaki atau naik kendaraan. Sebelah timur kompleks makam ini terdapat Sungai Calendu yang bersambungan langsung ke laut, dalam kawasan makam in terdapat taman, jalan setapak, kolam, kursi taman, ruang informasi, kamar mandi dan WC, serta ruang tempat beristirahat.

Makam Raja-Raja Bantaeng ini lebih dikenal dengan Makam Raja-Raja La Tenri Ruwa, nama in diambi dari seorang tokoh sejarah yaitu La Tenri Ruwa yang makamnya ada dalm kompleks tersebut. LaTenri Ruwa adalam nama-nama Raua Bone ke – 11, ia pertama menerima ajakan dari Raja Gowa ke – 14 Mangerangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin untuk memeluk agama islam, selanjutnya diangkat menjadi Raja di Bantaeng.

Dalam Kompleks pemakaman ini terdapat sekitar 159 buah makam, bangunan makam ini terbuat radi batu karang, selebihnya daru batu padas, batu bata, dan batu kapur yang memkai baan parekat semen. Sangat banyak yang bias kita nikmati di Kawasan ini dan kita bisa banyak belajar dari sebuah sejarah yang sangat kental dengan ke Karaengang. Bagi Pengunjung atau Pelancong yang berminat melihat makam purbakala ini, silahkan ke Bantaeng.

Deskripsi Daerah