Indonesia atau Nusantara pada masa lalu merupakan salah satu jalur utama perdagangan dunia. Dalam catatan sejarah dari para penjelejah Asia dan Eropa, jalur perdagangan Nusantara telah ramai pada abad ke-16.
Aktivitas pelayaran dijalur perdagangan ini sangat mempengaruhi ekonomi dan budaya masyarakat Indonesia pada masa lalu hingga saat ini.
Beberapa kerajaan dan kesultanan lahir pada jalur perdagangan ini. Tercatat ada beberapa kota yang menjadi pelabuhan tersibuk, seperti Sumatera, Jawa, Maluku dan Sulawesi (Makassar).
Koridor maritim atau pelayaran ini menghubungkan Indonesia dengan Asia Tenggara dan kawasan lain di dunia membentuk ragam budaya dan etnis. Namun, di samping mendorong dialog antar-budaya, jalur-jalur laut ini menyebabkan adanya penjajahan dan peperangan.
Selain itu dalam melakukan pelayaran tersebut, terkadang kapal-kapal ini mengalami gangguan akibat cuaca atau perompakan. Akibatnya banyak kapal yang karam, dengan muatan rempah-rempah dan barang lainnya.
Dalam perkembangan teknologi dan kemajuan perekonomian menyebabkan lonjakan pariwisata serta membuka jalan masuk wisatawan, pemburu harta karun dan perusahaan komersil yang ingin membajak dan mengeksploitasi situs cagar budaya bawah laut tersebut demi keuntungan pribadi, dimana dapat berdampak pada kerusakan total.
Dari catatan Direktorat Perlindungan Cagar Budaya dan Musium Kemendikbud di Indonesia tercatat 463 situs-situs cagar budaya bahwa laut. Di Sulsel sendiri, khususnya Perairan Makassar sejauh ini ditemukan 50 situs arkeolog bawah laut.
Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel, Abdul Latif mengatakan dari 50 situs, baru 10 hingga 20 yang telah dieksplorasi dan diverifikasi oleh Direktorat Perlindungan Cagar Budaya Sulsel. Untuk itu pihaknya berharap keterlibatan semua pihak melindungi warisan budaya maritim ini.
"Pekerjaan yang paling berat saat ini bagi kita adalah menjaga dari tindakan penjarahan terhadap muatan kapal-kapal karam ini," katanya saat memberikan sambutan di Konferensi Asean-Unesco terhadap Perlindungan Cagar Budaya Bawah Laut di Benteng Fort Rotterdam, Selasa, (19/9).
Direktur Perlindungan Cagar Budaya dan Musium Kemendikbud, Harry Widianto menjelaskan, warisan budaya maritim Indonesia sudah ada sejak 4.000 tahun lalu dan meninggalkan warisan cagar budaya.
"Di Indonesia sudah teridentifikasi sejak 4.000 tahun lalu. Di Sulsel sendiri ada banyak kapal-kapal VOC karam, selain faktor alam juga karena faktor perang," urai Harry.
Harry menambahkan mulai dari perairan pulau Sumatera hingga Maluku banyak bangkai kapal dan pesawat. Buat Indonesia ini menjadi cagar budaya dan pihak asing atau negara asal menjadi situs tempat yang akan mereka hormati.
"Buat Indonesia menjadi objek wisata cagar budaya, bagi pihak asing akan menjadi tempat yang mereka hormati bagi para pahlawan mereka," sebutnya.
Untuk menjaga situs arkeolog ini, Kemendikbud bekerja sama dengan kepolisian, TNI dan Bakorkamla. Dengan adanya UU nomor 11 tahun 2010 tentang situs cagar budaya, pelaku penjarahan dan pengrusakan sudah bisa dijatuhi hukuman pidana.
Sejak tahun 2001 lalu, negara-negara anggota Unesco telah mengadopsi Konvensi Perlindungan Cagar Budaya Bawah Laut untuk melindungi harta bawah laut yang tak ternilai harganya.
Direktur Unisco Jakarta, Zhahbaz Khan menyebutkan dalam konferensi ini hadir beberapa perwakilan negara Asean dan Timur Leste. Sementara untuk pembicara hadir beberapa pakar dari Australia, Perancis, Portugal dan negara Asean.
Khan menyebutkan wilayah Indonesia sangat spesial dengan banyak pulau dan sebagai jalur pelayaran. Pihaknya melalui kesempatan ini berharap pemerintah setempat bisa memanfaatkannya sebagai destinasi wisata maritim. Terutama untuk tujuan penyelaman.
"Indonesia sangat spesial, karena punya banyak pulau, kawasan cagar budaya ini nantinya dapat dikembangkan jadi kawasan wisata maritim, Indonesia merupakan negara vital," pungkasnya.
Selasa 19 September 2017 (Srf/Na)