Penjabat Sekretaris Daerah Sulsel Ashari F Radjamilo membuka Evaluasi Reformasi Birokrasi dan Sakip Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota seProvinsi Sulawesi-Selatan di Hotel Arya Duta, Makassar, Senin (15/10). 

Adapun kabupaten/kota yang hadir diantaranya, Makassar, Bantaeng Pangkep, Pinrang, Sinjai, Maros, Gowa dan Bone.

"Reformasi birokrasi merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan dalam rangka menjawab tuntutan era reformasi, dimana masyarakat Indonesia menghendaki adanya perubahan secara total di segala bidang penyelenggaraan negara," kata Ashari.

Imbuhnya, seluruh pemerintaha daerah wajib melaksanakan reformasi birokrasi secara konsisten. Ini juga sesuai dengan grand disign (rencana besar) Reformasi Birokrasi 2010-2025 yang menegaskan pentingnya penerapan clean goverment and good goaverment yang secara prinsip dan universal dibutuhkan oleh masyarakat.

Di Sulsel, selama berlangsungnya kebijakan reformasi telah melaksanakan reformasi birokrasi periode I (2010-2014) dan periode II  (2014-2019) yang akan berakhir pada tahun 2019.

"Atas dasar itulah, Pemprov Sulsel telah melakukan pembinaan dan monitoring pelaksanaanya," sebut Ashari.

Sebagai informasi, capaian Birokrasi Pemerintah Provinsi Sulsel pada tahun 2014 nilai RB yakni 44,43 (C), tahun 2015 meningkat menjadi 55,44 (CC), nilai RB tahun 2016 yaitu 57,92 (CC). Pada tahun 2017, nilai PMPRB yang dilaksanakan oleh Inspektorat
Provinsi adalah yaitu 69,26. 

Dan capaian Nilai Akuntabilitas
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2014 nilai
Akuntabilitas Kinerja yaitu 56,26 (CC), tahun 2015 meningkat menjadi yaitu 58,04 (CC), dan tahun 2016 yaitu 62,04 (B).

Adapun untuk hasil SAKIP kabupaten/kota tahun 2016 pada Kabupaten Bantaeng sebesar 53,32 (CC), Pangkep 57,56 (CC), Pinrang 56,98 (CC), Sinjai 60,16 (B), Maros 37,29 (C), Gowa 61,16 (B), Bone 41,13 (C), dan Kota Makassar 64,15
(B).

Ashari menyampaikan, pada beberapa perangkat daerah telah dibentuk Tim Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah, tetapi hingga saat ini masih belum bekerja secara optimal, hal ini terbukti dari belum tersusunnya rencana aksi dan tindalk lanjut rencana aksi sebelumnya serta belum terbentuknya Agen Perubahan, seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri PAN&RB Nomor 14 Tahun 2014.

Mantan Penjabat Bupati Bantaeng ini, menekankan, bahwa inti perubahan dari Reformasi Birokrasi adalah perubahan pada mental aparatur. Tetapi perubahan tersebut tidak dapat dilakukan hanya melalui
langkah-langkah yang ditujukan langsung kepada aparatur, tetapi juga harus ditujukan kepada seluruh sistem yang melingkup aparatur. 

"Dengan demikian, refomasi brokrasi jika dilakukan secara konsisten akan mewujudkan birokrasi pemerintahan yang bersih dan akuntabel, birokrasi pemerintahan yang efektif dan efisien dan birokrasi pemerintahan yang memiliki pelayanan publik berkualitas," pungkasnya.

Senin, 15 Oktober 2018 (Srf/Na)