PT Ciputra - Yasmin sebagai perusahaan yang bertanggung jawab pada reklamasi di Kawasan Center Point of Indonesia (CPI), tetap konsisten menyelesaikan proses reklamasi di tahun 2018, sesuai Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel. Padahal, pekerjaan proyek sempat tertunda sembilan bulan, karena truk yang mengangkut timbunan dilarang melintasi jalan Metro Tanjung Bunga sepanjang Januari – September 2016.General Manager PT Ciputra - Yasmin, Tony Kustono, mengatakan, proyek yang besar pasti ada hambatan besar. Tapi, pihaknya berusaha menyelesaikan sesuai koridor hukum.

"Kami terkendala dengan pemasokan material melalui jalur darat, tapi kami lakukan sesuai jalur hukum. Januari - September terhambat, setelah itu baru bisa masuk melalui jalan darat, makanya baru jalan. Tapi kami tetap optimistis bisa selesai 2018," kata Tony, baru-baru ini.

Ia menjelaskan, pihaknya sementara melakukan penimbunan rawa mati secara lokal, kerjasama dengan pengusaha lokal. Tony mengungkapkan, Gubernur Sulsel meminta pihaknya agar mendahulukan lahan yang sifatnya sosial dan untuk publik. Pasir putih merupakan salah satu yang harus diselesaikan, dan sudah tersedia 30 ribu kubik.

"Pasir putih sudah tersedia cukup banyak tapi ada kendala alam, hingga kapal terkendala," ujarnya.

Tony membeberkan, Ciputra - Yasmin sudah bekerjasama dengan kontraktor Belanda, yang mempunyai SOP yang ketat. Mereka mempunyai kapal terbesar di dunia, yang akan melaksanakan pekerjaan sesuai schedule. Pembanguann yang dimulai Oktober sampai Desember 2016 cukup besar.

"Januari - September bukannya kita diam, tapi kita permantap juga masalah desain dan lain-lain," lanjutnya.

Ia menguraikan, sekitar 50 hektare lahan akan dikelola Pemprov Sulsel atau sekitar 30 persen dari total lahan yang direklamasi, yang luasnya mencapai 157 hektare. Didalamnya ada mesjid, museum, Ruang Terbuka Hijau atau RTH, wisma negara, dan fasilitas umum lainnya.

Terkait proses reklamasi, Tony mengatakan, teknik reklamasi beda dibanding reklamasi lain. Ia menginginkan, reklamasi CPI ini jadi percontohan. Bahkan, pihaknya mengecek sampai adanya kemungkinan ranjau dibawah laut bekerjasama dengan TNI AL untuk mendeteksi.

"Kami mau ini aman. Untuk penimbunan kami tidak gunakan tanah merah. Kami gunakan material sesuai standar internasional seperti di Singapura dan Dubai. Kami juga keluarkan air yang terjebak dalam material sehingga makin padat. Jadi kami garansi ini aman digunakan baik untuk komersil maupun masyarakat. Reklamasi dikerjakan kontraktor terbesar dari Belanda, Boskalis," paparnya.

Sementara, Penanggung Jawab Kawasan CPI, Soeprapto, menegaskan, seluruh perijinan di CPI semuanya sudah lengkap dan tidak ada permasalahan lagi. Selain untuk menghindari masalah hukum yang terjadi di kemudian hari, SOP dari kontraktor Belanda, Boskalis, sangat ketat.

"Mereka tidak mau mengerjakan proyek ini kalau ijinnya tidak lengkap, karena SOP mereka memang sangat ketat. Bagi kita ini adalah proyek luar biasa, tapi bagi mereka ini proyek biasa saja. Boskalis sudah banyak mengerjakan proyek reklamasi di seluruh dunia," kata Soeprapto.

Senin, 1 Januari 2017 (Dw/Er)