Gara-gara Sulsel perpolitikan di negeri ini berubah. Gara-gara Sulsel pendidikan dan kesehatan di Indonesia gratis. Gara-gara Sulsel GAM kembali ke NKRI. Dan gara-gara Sulsel Perfilman di negeri ini menggeliat. Kalau bukan karena Sulsel Indonesia masih dalam kungkungan Orde Baru, belum reformis. Kalau bukan karena Sulsel mungkin GAM masih makar dan ingin lepas dari Indonesia. Kalau bukan karena Sulsel Indonesia tidak menjadi primadona di Dunia. Hidup ibarat main sepak bola. Dalam sepak bola, ketika tertinggal 0-2 sementara waktu kita hampir habis yang dilakukan adalah menyerang gawang lawan habis-habisan. Mengerahkan seluruh energi dan memilih strategi yang tepat hingga keluar sebagai pemenang.

Peristiwa demi peristiwa telah dilewati bangsa ini menuju keadaan menjadi lebih baik, Sulsel memelopori pencapaian demi pencapaian yang positif. Tanpa kerja keras dan dukungan mustahil pencapaian target sebagai pejuang hidup dapat terpenuhi. Tidak berlebihan jika Sulsel dikatakan mempunyai peran yang sangat besar dalam kemajuan Indonesia. Inilah yang melatari penulis membuat artikel gara-gara Sulsel.

Tidak pernah terbayang Indonesia belajar berdemokrasi secara utuh sejak Soeharto lengser. Sebelumnya pada masa itu tak seorangpun dibolehkan berbicara gamblang, demokrasi terbelenggu. Wakil Presiden RI, BJ Habibie secara definitif menggantikan Soeharto menjadi presiden. Sejak itu berbagai sumbatan berdemokrasi seakan deras disuarakan dengan lantang, meskipun terkadang sangat kebablasan. Setiap orang merasa berhak bersuara dan berorganisasi. Momentum ini tepat dijadikan tonggak keberhasilan sekaligus keberanian berekspresi secara demokratis. BJ Habibie, orang Sulsel inilah motornya.

Masih segar dalam ingatan bagaimana upaya Indonesia mengakhiri konflik dengan Gerakan Aceh Merdeka. Konflik perbedaan keinginan sejak tahun 1976 seakan tidak pernah berakhir. Aceh ditetapkan sebagai Daerah Operasi Militer pada tahun 80-an hingga penghujung tahun 90-an. Tanggal 15 Agustus 2005 peristiwa bersejarah ditorehkan. Kesepakatan damai ditandatangani di Helsinki. Wakil Presiden, Yusuf Kala dan Hamid Awaludin, mantan Menteri Hukum dan HAM, kedua putera Sulsel ini berjuang dengan tim berhasil mewujudkannya. Kerja keras dan semangat kebangsaan membela NKRI oleh saudara dari Sulsel sangat membanggakan. Memediasi pihak Internasional dengan segala daya dan upaya hingga terwujud kesepahaman bukan perkara mudah. Dipenghujung peristiwa penandatanganan kesepahaman terjadi drama kehidupan yang menimpa tokoh GAM, Hasan Tiro. Sehari setelah dirinya berstatus warga negara Indonesia tanggal 2 Juni 2010 dia meninggal dunia dan dikebumikan di Aceh. Sebelumnya tercatat sebagai warga Swedia dan berjuang memerdekakan Aceh dengan gigih. Dimana perjuangan dikendalikan dari Swedia. Sungguh mengharukan peristiwa kehidupan Hasan Tiro kembali ke tanah air.  Tak salah jika warga Rohingnya di Miyanmar berharap pemerintah Indonesia bisa membantu penyelesaian konflik kemanusiaan disana.

Sahrul Yasin Limpo (SYL), siapa yang tak mengenal penentu kebijakan di Sulsel ini. Secara samar pendidikan gratis dan kesehatan gratis pencetusnya adalah Presiden RI, Joko Widodo. Padahal SYL pertama kali mengenalkan program kesehatan dan pendidikan gratis terlebih dahulu. Menerapkan dan mengaplikasikan keduanya secara langsung di Sulsel. Banyak orang dari daerah lain berbondong-bondong belajar ke Sulsel untuk menerapkan kedua program gratisan tersebut.

Dia terpilih sebagai Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) yang pertama. Dan dipercaya lagi kembali menjadi ketua baru-baru ini di Makassar untuk periode kedua tahun 2015-2019. APPSI adalah organisasi yang sangat strategis untuk berbicara soal kenegaraan dan menyelesaikan persoalan kebangsaan. Kemampuan SYL mewarnai perjuangan sebagai orang Sulsel yang sangat kompeten begitu membanggakan. Paling tidak Ia piawai menghimpun dan bekerjasama dengan gubernur di seluruh Indonesia untuk bersatu membicarakan persoalan di daerah masing-masing, demi kesejahteraan masyarakat. Kontribusi kepemimpinan SYL sangat mengapresiasi daerah lain untuk lebih maju seperti di Sulsel. Betapa sulitnya mengorganisir bangsa untuk diorganisasikan melawan keterbelakangan ditengah kemajuan bangsa lain.

Pantai Losari yang terletak di barat kota Makassar dikenal sebagai warung terpanjang di seluruh dunia. Panjangnya mencapai satu kilometer. Dahulu para penjual ikan bakar dan menu laut lainnya jualan berderet sepanjang jalan. Sekarang bervariasi dan bertambah dengan aneka kuliner khas lain seperti pisang Epe’. Merupakan penganan terbuat dari pisang “kepok” mengkal dibakar lalu digeprek dan ditambah gula merah yang dimasak bercampur kelapa parut serta diberi durian sesuai selera. Disini masyarakat sering menghabiskan waktu di sore hari sambil menanti tenggelamnya matahari.

Dunia perfilman Amerika dikenal dengan sebutan Holywood, India juga tak kalah memberi julukan Bollywood. Bak cendawan di musim hujan industri film tumbuh subur di Sulsel. Makassar pun akan segera menelorkan istilah Makassarwood. Makassar sudah bersaing dalam industri perfilman negeri. Anak muda kota Daeng berhasil mengangkat tema lokal. Puluhan film dalam 3 tahun terakhir telah lahir dari rumah produksi di Makassar. Seperti “Uang Panaik” menembus angka 4500 penonton. Dan masih banyak lagi film lainnya, “bombek”, “cindolok na tape”, “silariang” dan lain-lain. Dunia hiburan yang meng-edu-kasi turut andil menggairahkan perekonomian Sulsel dalam menyongsong masa depan perfilman yang lebih baik. Bersaing dengan negara lain. Kemajuan dunia film Makassar mengangkat tema lokal atas arahan sutradara terkenal Riri Reza yang berasal dari Sulsel.

Orang Bugis-Makassar bertahan hidup di wilayah kepulauan dengan kemampuan mengarungi lautan hingga ke belahan dunia lain, siapakah sebenarnya orang yang mengawaki? Pelaut nomaden dari Bugis- Makassarlah jawaranya. Peranan orang Bugis-Makassar yang dikenal keberaniannya mengarungi lautan dan menempati hampir diseluruh pulau yang tak berpenghuni yang tersebar di Indonesia adalah bukti nyata. Mereka turut andil dalam sejarah Indonesia bahkan dunia. Dari orang Sulsel belajar sejarah bangsa, peta ini juga menunjukkan kekuatan dan pengalaman yang bisa mempengaruhi peta dunia. Tidak usah jauh, Malaysia tidak semaju sekarang kalau bukan karena orang Sulsel. Tenaga guru dan pengajar hampir sebagian dari Sulsel. Semua bisa dibuktikan.

Peta yang tersimpan di Belanda bertuliskan huruf Lontara. Sejarah ini tidak dapat dielakkan, orang Bugis -Makassar adalah pelaku sejarah. Sejarah mengajarkan kita untuk memilih tindakan tepat di masa depan dan memotivasi untuk lebih maju.  Orang Bugis- Makassar adalah pelaut handal dan teruji dalam pertahanan hidup. Dimanapun mereka singgah pasti akan beranak pinak, hingga ke Malaysia dan kepulauan Madagaskar. Mereka mampu bertahan dan berkembang. Prinsipnya sekali layar terkembang pantang biduk surut ke pantai.

Para pelaut dari sulsel mencetak wilayah baru di manapun yang mereka singgahi lalu menjadikan tempat itu dikenal. Misalnya Pulau Lombok sekarang mempunyai daerah wisata pulau (Gili) yang menakjubkan gara-gara orang Bugis Makassar. Orang Sulsel yang menemukan pulau ini. Mereka menjadi penduduk asli di pulau itu. Wallahu A’lam bish Shawab. (Divia/Mks)