Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, meminta agar pengerjaan proyek Middle Ring Road (MRR) dan Bypass Maminasata bisa dipercepat. Khusus MRR, agar sudah bisa dirampungkan Desember mendatang. Syahrul mengatakan, proyek MRR sudah sangat dibutuhkan. Ia mengaku, bersama walikota tidak setengah-tengah mewujudkan MRR tersebut. Tidak hanya jalan tembus, tapi merupakan jalan besar, high way, empat sampai enam lajur.
"Tentu karena hambatan terbesar Pak Walikota karena pembebasan lahan. Tahap pertama harus selesai, sampai dengan Jalan Laimena," kata Syahrul, saat meninjau proyek MRR, Rabu (18/1/2017).
Ia mengatakan, kalaupun masih ada tersisa jalan yang cukup panjang, diharapkan tahun 2018 bisa menjadi konsentrasi. Sebagai tahap awal, pihaknya telah melakukan mapping terhadap jalur yang bisa diselesaikan.
"Saya sangat berharap bantuan masyarakat yang ada untuk pembebasan lahan. Kalau suatu saat terpaksa, yang kita buat ganti untung. Kalau ada yang bersoal, kita hadapi dengan aturan yang tegas. Kesepakatan kita, ada masyarakat dengan segala cara pendekatan baik-baik. Undang-undang menjamin kepentingan umum dan rakyat, tak boleh satu orang ngotot. Perumahan yang kena, gantinya itu ada, ganti tanah dan bangunan. Di pikiran saya, rakyat tak boleh digusur dan tak ada penggusuran di Sulsel," terangnya.
Usai meninjau proyek MRR, Syahrul juga meninjau jalan Bypass Mamminasata. Di lokasi tersebut, Syahrul menegaskan, kondisi jalan harus lebih baik dan sudah diukur. Menurutnya, tak pernah ada jalan apalagi high way tanpa kendala dan tantangan. Karena itu, pemerintah tak bisa sendiri.
"Kalau ada lahan warga yang diambil untuk jalan utama, pasti saja tanah mereka naik menjadi kelas satu karena orang akan jalan dan ramai. Saya tegaskan, ini harus dan tak ada istilah penggusuran. Kalau ada yang menghambat, kita menitip ke pengadilan. Saya akan cek Maret, 2018 harus rampung. Dana yang ada semaksimal mungkin bisa diserap," ujarnya.
Sementara, Kepala Kanwil BPN Sulsel, HM Hikmad, mengatakan, proyek MRR masih terkendala lahan. Ia mengakui, pengadaan tanah banyak kendala, karena ada pemilik lahan yang menafsir lain.
"Semua harus bersinergi. Dari BPN, user yang membutuhkan dan pemilik lahan. Kita harus sosialisasi ke masyarakat untuk memberikan pemahaman. Konsinyasi merupakan tahap akhir, setelah tak ada kesepakatan," jelasnya.
Kepala BPN Makassar, Achmad Kadir, menambahkan, kendala umum dalam pembebasan lahan adalah soal ganti rugi. Selama ini, semua memiliki peran. BPN bertugas melakukan pengukuran, sedangkan kewenangan untuk menego dan menafsir ada di pemkot dan diambil alih oleh pemprov.
"Kita bantu mereka untuk tahap sosialisasi pengukuran dan penafsiran. Kita harus inventarisir berapa perumahan. Alas hak yang sangat penting, kita lihat dan sertifikat dengan melibatkan lurah dan camat. Kita bedakan tanah rinci, tanah negara dan tanah rakyat," paparnya.
Rabu, 18 Januari 2017 (Dw/Srf)