Generasi milenial mempunyai cara tersendiri dalam memandang setiap persoalan. Ciri-ciri umum adalah usia saat ini berkisar antara 15-34 tahun. Gampang bosan pada barang yang dibeli. No gadget no life, suka yang serba cepat dan instan. Memilih pengalaman daripada aset. Multitasking dan kritis terhadap fenomena sosial.

Dimanapun selalu topik tentang anak milenial atau dikenal dengan “Generasi Y” atau Gen Y jadi perbincangan. Lahir dari pergantian abad dan kemajuan teknologi menyebabkan bertransformasi dengan banyak sistem kehidupan. Yang paling khas adalah lekat dengan perilaku konsumtif.

Salah satu reaksi terhadap persoalan mengenai sebuah terobosan hajat hidup orang banyak, bagi sebagian Gen Y, belumlah terasa kental. Cenderung tidak peduli dan menganggap bukan urusan. Hal ini harus disosialisasikan secara intensif. Misal tentang bahaya merokok dan hal lain yang menyertai.

Sadarlah

Indonesia adalah sorganya bisnis rokok. Di negara maju seperti Amerika dan Eropa industri rokok sudah puluhan tahun lalu tersingkir. Anak remaja disana batas usia bisa beli rokok adalah 21 tahun. Penjual berhak bertanya mengenai berbagai persyaratan terkait rokok. Harganyapun selangit. Mereka menjepit pabriknya dari segala sisi. Lantas industri rokok terusir dari negara maju. Mencari pasar baru. Kemana?. Negara berkembang seperti Indonesia dengan jumlah penduduk 260 juta adalah pasar yang sangat menggiurkan. Ketahuilah pendapatan industri rokok di negeri ini nilainya tembus 400 trilyun tiap tahun (kombinasi Gudang Garam+Sampoerna+ Jarum). Siapa bilang Indonesia miskin? Habis untuk rokok dibakar begitu saja. Lebih besar dari biaya beli susu dan pendidikan. Merokok adalah hak setiap orang. Bebas saja. Tapi akan sangat mencemaskan ketika yang di sasar adalah remaja dan pemuda negeri ini. Kalau orang dewasa sudah tutup mata akan hal ini maka Gen Y sadarlah. Siapa yang peduli selain diri sendiri. Menghentikan pabrik rokok adalah sebuah keniscayaan mungkin dengan menyadari bahaya merokok bisa di jadikan acuan.

Ketahuilah jalur “pipa” udara berukuran super mini dikedua paru-paru kita panjangnya 2.400 kilometer. Sambung menyambung melintas kesana kemari, tidak error, tidak keliru dan tidak mampet. Diberikan gratis oleh sang pencipta. Itulah paru-paru kita. Sungguh sepanjang itu pernapasan di paru-paru kita. Maka apakah kita rusak dengan mengisap rokok. Jika hari ini merasa baik – baik saja itu karena belum takdir saja. Tapi perokok aktif jangan lupa ada orang lain yang tumbuh sebagai perokok pasif (menghirup asap rokok orang lain) mungkin keluarga atau rekan kerja. Janganlah menjadi egois. Masih ingat Bapak Sutopo? Pahlawan informasi bencana alam di Indonesia, dia kena kangker paru akibat perokok pasif.

Dilansir dari Rumah Sakit Persahabatan 92 persen penyempitan nafas kronis akibat merokok. Saluran dalam pipa pernafasan mengalami penurunan fungsi akibat banyaknya asap rokok yang telah menjadi karat. Mengakibatkan sesak, nafas berat dan berdahak hingga tubercolosis (TB) akhirnya jadi penyebab kangker paru-paru, pemicu kematian. Wahai para perokok pemula sadarlah dan buka mata darimulah penyumbang ratusan trilyun pada pabrik rokok. Pemiliknya hidup mewah. Punya rumah di Luar Negeri, punya jet pribadi, menginap di hotel bintang lima, bahkan boleh jadi tidak merokok demi menjaga kesehatan agar terus prima. Jadilah cerdas untuk tidak berkontribusi membiarkan diri diperbudak menjadi perokok. Betapa sulit mengurai persoalan rokok di negeri ini. Kedok industri rokok seakan peduli bangsa dan generasi muda tersamarkan. Strategi pemasarannya lihai sekali. Dibungkus dengan dukungan terselenggaranya berbagai even olah raga besar dan pemberikan bea siswa bagi pemuda berprestasi terus diberikan. Sadarlah.

Cukai Rokok

Kata cukai terdengar familiar ditelinga apalagi bagi yang merokok. Tidak banyak yang tau apa artinya.  Cukai adalah pungutan negara kepada benda-benda yang masuk kategori jika mengkonsumsinya perlu dikendalikan karena berbahaya. Peredarannya perlu diawasi. Pemakaiannya menimbulkan dampak negatif kepada masyarakat. Dan atau pemakaiannya perlu dibebani pungutan negara agar adil dan seimbang. Cukai lebih mirip denda, penalti atas sebuah produk. Cukai berbeda dengan pajak. Tujuan utama cukai adalah bukan pendapatan negara, tapi menekan konsumsi barang-barang berbahaya. Dengan adanya cukai diharapkan konsumsi bisa dikendalikan. Ataa dasar ini tidakkah terbersit untuk mengurangi mulai dari diri sendiri? Tidak lagi atau tidak ingin menyentuh rokok( Mks/IGA.K).