Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencabut pemberlakuan 3.143 peraturan daerah yang dinilai menghambat  proses perizinan dan investasi di seluruh Indonesia sejak tahun 2016. 

Di Kabupaten Tana Toraja Prov Sulsel, Kemendagri mencabut Perda Nomor 8 Tahun 2010 tentang Izin Gangguan. Ironisnya, perda tersebut mulai diberlakukan pada 1 Januari 2018 lalu dengan memungut retribusi izin gangguang (HO). Senin (26/2/2018), DPRD Tana Toraja dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Tana Toraja berkunjung ke Bapenda Provinsi Sulsel untuk mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut.  

“Maksud kedatangan kami untuk meminta masukan terkait perda yang dihapus ini,” kata Wakil Ketua DPRD Tana Toraja, Andarias Tadan yang merupakan pemimpin rombongan, didampingi Wakil Ketua DPRD, Kedek Rante.

Menurutnya, Sekretariat DPRD Tana Toraja telah menerima pemberitahuan tentang pencabutan perda tersebut. Karenanya mereka ke Bapenda Sulsel untuk mengkonsultasikan hal tersebut. Sebab pencabutan perda akan mengurangi pendapatan asli daerah (PAD) Pemkab Tana Toraja.

Rombongan diterima Kepala Bapenda Sulsel, Drs. H. Tautoto TR, M.Si didampingi Sekretaris Bapenda Sulsel, Kemal Redindo Syahrul Putra, tiga kepala bidang, dan sejumlah pejabat di Bapenda Sulsel.
Kepala Bapenda meminta DPRD Tana Toraja yang didampingi Kepala Bapenda Tana Toraja, Joni Tonglo menggali potensi pendapatan di bidang lain jika memang perda tersebut dicabut oleh Kemendagri. 

“Masih banyak potensi dibidang lain untuk meningkatkan PAD di Tana Toraja. Kita dapat memaksimalkan pendapatan di bidang parkir kendaraan, pemotongan hewan, pajak bahan bakar, atau memaksimalkan pemungutan pajak kendaraan bermotor (PKB),” ujar Toto, sapaan Tautoto.

Ia juga menyarankan Pemkab Tana Toraja memaksimalkan pendapatan dari penjualan kendaraan baru dengan meminta masyarakat membeli kendaraan baru menggunakan alamat Tana Toraja, bukan menggunakan alamat Makassar. Ini dimaksudkan agar Pemkab Tana Toraja menikmati dana bagi hasil (DBH) yang cukup besar dari pajak kendaraan baru.

 “PAD juga dapat ditingkatkan dengan melakukan pengawasan ketat penggunaan air permukaan, karena pajak air permukaan juga akan dikembalikan pada pemkab melalui DBH,” katanya lagi.

Saran lainnya, masyarakat Tana Toraja sebaiknya membeli bahan bakar minyak (BBM) di Tana Toraja, bukan di kabupaten/kota lain agar DBH BBM diterima oleh Pemkab Tana Toraja juga besar.
“Jika ingin meninggalkan Tana Toraja, sebaiknya mengisi full tangki BBM di Tana Toraja, bukan di daerah lain karena setiap liter yang terjual akan dikenakan pajak yang akan dikembalikan kepada daerah,” ujarnya.
Mantan Pelaksana Tugas Bupati Toraja Utara, ini mengatakan, pada tahun 2017 Pemkab Tana Toraja menerima total DBH sebesar Rp 37,9 miliar lebih dari Bapenda Sulsel. “Dana ini cukup besar, karenanya kami meminta pemkab dan DPRD mendukung pengumpulan pajak yang dilakukan oleh UPT Pendapatan Wilayah Tana Toraja,” ujarnya.

Toto sangat senang karena pemerintah daerah mau berkunjung untuk menjalin komunikasi dengan Bapenda Sulsel. Ia menyarankan rombongan Tana Toraja menjalin komunikasi selanjutnya melalui aplikasi whatsapp agar mendapatkan jawaban yang maksimal dan lebih efisien. 
Andarias mengaku akan kembali membahas hasil pertemuan ini dengan DPRD Tana Toraja untuk menentukan langkah selanjutnya terkait penghapusan perda izin gangguan.  

Senin, 26 Februari 2018 (Srf/Na)