Makassar, sulselprov.go.id - Rapat Pimpinan Terbatas (Rapimtas) Lingkup Asisten dan pimpinan Organisasi Pimpinan Daerah (OPD) Pemprov Sulsel digelar di Aula Tudang Sipulung Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan, Rabu, 22 Mei 2024. Penjabat Gubernur Sulsel, Prof Zudan Arif Fakrulloh menekankan terkait manajemen resiko.

Para asisten dan pimpinan OPD mengapresiasi langkah ini agar roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Sulsel, Amson Padolo menyampaikan terkait Indeks Resiko Bencana (IRB). Ia mengungkapkan, IRB tahun 2023 sebesar 144,47 ada penurunan dari tahun 2022 sebesar 150,07 termasuk resiko tinggi.

BPBD Sulsel juga target kerjanya adalah penanganan lahan kritis. Amson mengapresiasi upaya manajemen resiko dalam rapat ini.

"Bapak Pj Gub sangat peduli untuk penurunan resiko bencana dengan peningkatan kapasitas logistik dan peralatan, serta SDM kebencanaan," ujarnya.

Sedangkan Kepala Satpol PP Sulsel, Andi Arwin, menjelaskan, target kinerjanya adalah bagaimana gangguan dan ketertiban umum dapat ditekan. Termasuk potensi rawan kebakaran.

"Kami melakukan koordinasi dengan kabupaten dan kota bagaimana meningkatkan respon rate atau time rate bahaya kebakaran yang ada di wilayah masing-masing," jelasnya.

Adapun Kasubag Pelayanan Medis di Rumah Sakit Anak Fatimah, Dewi Karlina menyampaikan kesan, bahwa Penjabat Gubernur mengarahkan langsung ke masalah inti.

"Itu jarang ada pemimpin bisa berpikir seperti itu, jadi saya sangat suka gaya kepemimpinan beliau dan sangat menguasai data, menguasai persoalan secara mendalam. Jadi bukan masalah umum saja," tuturnya.

"Saya kaget, bahwa beliau mengetahui angka kematian ibu dan bayi itu sangat penting. Karena kemarin masuk MDGs, sekarang di SDGs sepertinya sudah keluar dari isu SDGs, tapi Pak Gubernur masih mengakomodir, masih menjadi masalah di Sulsel," sambungnya.

Ia berharap, kebijakan yang dilahirkan adalah kebijakan yang membuat masyarakat hidup sehat dan tidak ada lagi ibu dan anak yang meninggal hanya karena pelayanan kesehatan yang tidak memadai atau karena faktor SDM. (*)