Presiden RI Joko Widodo menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2017 dan Anugerah Dana Rakca Tahun 2016 Bagi Daerah Berkinerja Baik, di Istana Negara, Rabu (7/12). Penyerahan DIPA tahun 2017 merupakan awal dari proses pelaksanaan UU Nomor 18 Tahun 2016 tentang APBN tahun 2017.

Presiden RI Joko Widodo, dalam arahannya, menyampaikan, APBN merupakan instrumen penting dalam upaya pengentasan kemiskinan, pengurangan ketimpangan, serta menekan pengangguran. Dengan bekerja lebih fokus, ia berharap di tahun 2017 tingkat kemiskinan dapat diturunkan menjadi 10,5 persen, tingkat pengangguran menjadi 5,6 persen, serta gini ratio atau kesenjangan dapat ditekan menjadi 0,39 persen. 

Ia memaparkan, anggaran transfer ke daerah dan dana desa tahun 2017 mencapai Rp 764,9 triliun. Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Desa mengalami peningkatan, sedangkan DAK terus direformulasi dan dilakukan penguatan agar lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaannya. Hal ini menunjukkan arti penting daerah dalam menyelesaikan kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan. Hal tersebut juga memperlihatkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah bahu membahu bersinergi dalam menghadapi tantangan kebangsaan ke depan. 

"Sudah saatnya Indonesia dibangun dari pinggiran, dari daerah, dan dari desa," kata Jokowi. 

Presiden meminta kepada menteri, kepala lembaga pemerintah, gubernur dan bupati/walikota, agar bergerak lebih cepat. Pada tahun 2016, sudah ada tradisi baru dengan melakukan percepatan pengadaan barang dan jasa yang dimulai pada kuartal keempat sebelum tahun anggaran berjalan. Untuk APBN 2017 ini, ia juga meminta seluruh kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah harus mulai pra lelang proyek dan kegiatan tahun 2017 lebih awal, di triwulan keempat ini. 

"Semuanya agar kegiatan pembangunan dapat mulai efektif berjalan di Januari 2017," ujarnya. 

Kepada para gubernur, Jokowi mengharapkan agar segera menyampaikan DIPA ke SKPD dan melakukan koordinasi dengan bupati/walikota agar pelaksanaan kegiatan dapat dimulai sejak awal tahun anggaran. Presiden mengingatkan, peran APBN terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tidak lebih dari 20 persen. Untuk itu, dibutuhkan kehadiran investasi dan keterlibatan swasta untuk menggerakan roda ekonomi nasional atau di daerah. Peran swasta dibutuhkan untuk menciptakan nilai tambah, lapangan kerja, serta mendorong produktifitas dan investasi. 

Jokowi juga menyinggung sedikit mengenai Surat Pertanggung Jawaban atau SPJ. Ia menyebut, semua gubernur, semua kementerian lembaga, bupati/walikota, pusing dengan namanya SPJ. 

"Saya sudah perintahkan kepada Menteri Keuangan agar mulai 2017, tidak ada lagi laporan yang sampai rangkap 16 atau rangkap 44. Energi kita habis mengurus SPJ. Saya sudah perintahkan maksimal dua. Yang paling penting bagaimana mudah dikontrol, dicek. Jangan laporan bertumpuk-tumpuk, tapi korupsi juga masih banyak. Tidak ada korelasi laporan yang bertumpuk-tumpuk, korupsi jadi kurang. Asal manajemen kontrol baik, penyelewengan, penyimpangan, akan berkurang," tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga meminta pemerintah daerah untuk menghilangkan berbagai hambatan yang mampu mendongkrak kemudahan berusaha, terutama di daerah. "Ini keluhan di daerah masih banyak, kalau di pusat masih ada beberapa, tapi di daerah lebih banyak. Di BKPM bisa dicek, yang dulunya enam bulan sampai setahun, sekarang hanya tiga jam. Itu untuk delapan jenis perizinan. Hilangkan berbagai hambatan dan berikan kemudahan berusaha," pesannya.

Sementara, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam laporannya menyampaikan, APBN 2017 telah disetujui DPR pada akhir Oktober lalu. APBN disusun dengan tekanan ekonomi yang sangat menantang. Kondisi ekonomi Amerika pasca Pilpres, kebijakan ekonomi negara maju, hingga pemulihan ekonomi Tiongkok yang berpengaruh pada harga komoditas.

"Pemerintah terpaksa melakukan koreksi untuk menjaga kredibilitas instrumen fiskal dan menjaga kondisi ekonomi Indonesia. Perekonomian Indonesia harus siap mengantisipasi ketidakpastian global," kata Sri Mulyani

Ia mengungkapkan, APBN 2017 telah ditetapkan dengan pendapatan negara sekitar Rp 1.750 triliun dan belanja negara sekitar Rp 2.080 triliun. Dari belanja negara tersebut, DIPA yang diserahkan oleh Presiden kepada 87 Kementerian/Lembaga berjumlah 20.646 DIPA senilai Rp 763,6 triliun (36,7 persen). Sementara itu, DIPA Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp 764,9 triliun (36,8 persen) dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara sebesar Rp 552,0 triliun (26,5 persen).

"Proyek infrastruktur yang penting di tahun 2016 namun tertunda pelaksanaannya, perlu dituntaskan di tahun 2017. Pengalokasian anggaran sesuai prioritas pembangunan" ujarnya.

Sri Mulyani menambahkan, Dana Insentif Daerah (DID) yang diberikan bagi pemerintah provinsi berkinerja baik dinaikkan dari Rp 45 miliar menjadi Rp 65 miliar.

Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, usai penyerahan DIPA, mengatakan, DIPA yang ada sesuai arahan Presiden, tentu menjadi sesuatu yang sangat berarti untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional. Karena itu diharapkan memang, operasionalisasi DIPA itu harus secara prioritas dan cepat bisa didigulirkan sehingga menjadi sesuatu yang bermakna untuk memutar roda ekonomi yang ada. 

Terkait besaran DIPA yang diterima Sulsel, Syahrul enggan membeberkan. "Saya belum mau sampaikan sekarang. Nanti saja," ujarnya.

Rabu, 7 Desember 2016 (Dw/Na)