Arsitektur Tradisional berkembang mencapai bentuknya yang sekarang melalui proses dalam kurun waktu lama dan sukar diketahui secara pasti sejarah dan konsep-konsep bentuk bangunannya karena diturunkan dari generasi ke generasi tanpa peninggalan baik berupa gambar maupun tulisan.

Demikian juga konsep-konsep pola pikir yang abstrak, kepercayaan, budaya, adat istiadat, iklim, lingkungan dan lain-lain bentuk arsitektural tidak dapat diketahui secara pasti. Hal tersebut dikatakan Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan, DR. H.  Abdul Haris, SH., MM dalam Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional 2016 di Hotel Grand Clarion  Makassar, Selasa (27/9/2016).

“Arsitektur tradisional menarik perhatian baik secara nasional maupun internasional, selain karena keunikan juga karena keindahannya,” lanjutnya.

“Meskipun mempunyai persamaan satu bentuk arsitektur tradisional dengan lain, secara umum antara lain bentuk konstruksi kolong, menggunakan bahan-bahan yang didapat di lingkungan, dilatar belakangi kepercayaan dan budaya, namun secara arsitektural satu dengan yang lain sangat berbeda dan mempunyai ciri tersendiri,”terangnya.

“Berdasarkan pengetahuan arsitektur tradisional  diharapkan dapat mengembangkan permukiman dan perkotaan serta akan mempunyai akar  mendasar yang dapat dijadikan pegangan dalam proses pembangunan yang berkarakter di Sulsel,”pungkasnya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penelitian dan Permukiman, Prof (R) DR. Ir. Arief Sabaruddin, CES.ogg dalam sambutannya menginginkan ada warna baru, ada perubahan yang spesifiknya seperti apa, kami menginginkan seminar yang sudah kedelapan kali dilaksanakan ini betul-betul dapat bermanfaat untuk pembangunan infrastruktur, khususnya perumahan dan permukiman.

Untuk itu sesuai dengan visi yang sudah diusung pihak Litbang, maka kami mengangkat tema “Mengungkap Kemanfaatan Arsitektur Tradisional untuk Arsitektur Permukiman Masa Kini dan Masa Depan”.

“Jadi jelas bahwa arsitektur Tradisional harus benar-benar bermanfaat. Untuk itu mengapa kita akan melakukan fill trip ke Desa Lakkang, karena disana ada sebuah fenomena yang sangat menarik, dimana proses transformasi arsitektur maupun adaptasi masyarakat budaya dan masyarakat tradisional yang kehilangan arah,” lanjutnya.

Salah satu contoh adalah harga bahan bangunan yang semakin meningkat sehingga harga rumah pun semakin tinggi dan itu juga terjadi di arsitektur tradisional. Seperti di Lakkang, beberapa aspek material bahan bangunan, seperti bahan atap yang semula menggunakan bahan-bahan organic, kemudian dinding menggunakan papan dan struktur menggunakan kayu.Ternyata beberapa jenis material yang digunakan mengalami kerusakan bahan bangunan yang sangat cepat, kemudian membutuhkan pengganti bahan bangunan yang baru. Dan ada kecenderungan bahan-bahan bangunan yang baru ini berusia tidak selama arsitektur tradisional peninggalan nenek moyang kita.

Ini berarti bahwa kita sudah mengalami proses pemanfaatan bangunan yang belum cukup usia, karena dipaksakan, sementara kebutuhan perumahan semakin meningkat baik di perkotaan maupun perumahan tradisional yang berasal dari sumber daya alam yang cukup berlimpah. Kemudian proses adaptasi yang terjadi karena mereka yang paling muda menggunakan atap seng dengan dinding papan .

Tantangan buat Balitbang saat ini adalah bahwa kita perlu mencari bahan substitusi, mengganti tanpa mengurangi nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat setempat. Untuk itu salah satu langkah yang kami tempuh dan akan kita hasilkan adalah bahan-bahan balok kayu yang berasal dari limbah plastik yang akan kami buat tahun ini dan tahun depan akan diuji cobakan modelnya di TPA. Jadi TPA akan mengumpulkan limbah plastik yang tidak bias didaur ulang kemudian diproses, didaur ulang menjadi bahan papan yang menyerupai papan dan juga menyerupai balok-balok.

Selasa, 27 September 2016 (Rs/Tn)