Ratusan warga yang mengatasnamakan diri Aliansi Masyarakat Tolak Tambang Pasir Laut Galesong - Sanrebone Takalar menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulawesi Selatan di Jalan Urip Sumiharjo, Kamis (6/7/2017). Dalam aksinya, mereka meminta Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo mencabut izin penambangan pasir yang dilakukan PT. Yasmin, PT. Mineratama dan PT. Gasing Sulawesi di pesisir laut Kecamatan Galesong dan Sanrobone di Kabupaten Takalar.
Mereka menilai aktivitas penambangan pasir laut tersebut bisa menimbulkan dampak buruk terhadap warga dan lingkungan yang ada di sana.
Menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Hasbi Nur yang menerima para pendemo, semua persyaratan sudah dipenuhi baik izin dan dampak lingkungannya.
"Terkait demontrasi yang ada kami sudah sarankan untuk bisa memberikan evaluasi jika ada yang melanggar silahkan dianjurkan, " kata Hasbi.
Namun untuk pencabutan izin Hasbi mengatakan harus sesuai aturan yang ada.
"Membatalkan tidak bisa begitu saja, harus melalui PTUN, Pengadilan Tata Usaha Negara, jika dikatakan dicabut maka izin akan dicabut," bebernya.
Hasbi kemudian menjelaskan secara detail terkait penambangan pasir yang ada di Galesong Takalar, sudah memenuhi persyaratan izin tambang pasir yang ada dan semua tahap sudah dipenuhi.
"Termasuk diantara rekomendasi dari bupati sudah ada, izin dari bawah juga sudah dipenuhi. Izin prinsip sudah keluar sesuai dengan Perda Tata Ruang Takalar dan telah ditetapkan oleh DPRD Takalar, artinya sudah mewaliki kepentingan masyarakat," urainya.
Izin ekplorasi pertambangan khusus untuk PT Yasmin yang dikeluarkan oleh dinas yang menangani pertambangan di Takalar termasuk amdalnya juga sudah dibahas di Komisi Amdal Takalar.
Hasbi juga memaparkan perubahan aturan dan rencana kegiatan dan izin eksplorasinya berpindah ke provinsi, maka kemudian diatur ulang sesuai dengan Undang-Undang Pertambangan Nomor 23 Tahun 2014 tentang kewenangan pertambangan dan izin prinsipnya.
"Sebelum keluar izin eksploitasinya dibahas kembali Amdalnya di provinsi. Termasuk jika ada yang kurang termasuk adendum-adendum (ketentuan tambahan), yang kurang apakah disisi metode dan alat yang digunakan, spesifikasinya juga dibahas," jelasnya.
Ia juga mengomentari kabar yang ada terkait pengerukan sedalam 10 hingga 100 meter, dimana dikhawatirkan akan menyebabkan abrasi dan kerusakan lainnya.
"Ini sudah dipermasalahkan pada saat Amdal dan itulah yang dilanjutkan berdasarkan survei analisis dan dilakukan simulasi terkait dengan hal itu, dan pada saat simulasi memang ada masalah yang muncul, tetapi masih memenuhi baku mutu yang ada," urainya.
Pada kerukan yang berpotensi membuat kerusakan diminimalisir, namun masih memenuhi syarat, maka keluarlah izin untuk produksi.
"Untuk berproduksi harus menggunakan alat. Berdasarkan Amdal dan analisis bahwa kapal yang digunakan memiliki dampak sangat kecil. Maka digunakan Kapal Royal Boskalis dari Belanda, " kata Hasbi.
Kapal ini tidak mengeruk sampai sepuluh meter, metode yang digunakan tidak mengeruk tetapi menghisap dengan metode per layer area.
"Menghisapnya itu hanya 15 centimeter sekali jalan dan sesuai amdal. Amdal sendiri mengisyaratkan maksimal satu meter dan dampak secara keseluruhan tidak ada," ujarnya.
Untuk lokasi penambangan di daerah Galesong, Hasbi menambahkan sedimen disana selalu bertambah.
"Sedimen Jeneberang selalu bertambah dan itupun sangat hati-hati untuk pengambilannya, bukan pasir coral yang diambil. Izinnya sudah dipenuhi termasuk izin pengangkutan dari Departemen Perhubungan," pungkasnya.
Jumat, 7 Juli 2017 (Srf/Sr)