Oleh Muh. Iqbal Latief **)

Pendahuluan :

Pilkada serentak  merupakan bagian dari reformasi politik untuk menjawab tuntutan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan Pemilu sehingga pada akhirnya hanya ada dua bentuk Pemilu di Indonesia yaitu Pemilu Nasional untuk legislatif dan Presiden/Wakil Presiden, dan Pemilu lokal untuk memilih Gubernur/wakil gubernur, Bupati/wakil bupati dan Walikota/wakil walikota. Untuk mencapai hal tersebut, para pembuat kebijakan politik juga menyusun jadual pilkada serentak sampai tahun 2027. Gelombang pertama Desember tahun 2015 (kepala daerah yang masa jabatannya berakhir tahun 2015 dan yang semester pertama tahun 2016). Gelombang kedua Februari 2017 (kepala daerah yang masa jabatannya berakhir semester kedua tahun 2016 dan yang berakhir pada tahun 2017). Gelombang ketiga, Juni 2018 (kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2018 dan 2019). Gelombang keempat, tahun 2020 (untuk kepala daerah hasil Pilkada Desember 2015). Gelombang kelima, tahun 2022 (untuk kepala daerah hasil pemilihan Februari 2017). Gelombang keenam, tahun 2023 (untuk kepala daerah hasil pemilihan Juni 2018). Gelombang ketujuh, tahun 2027 dilakukan pilkada serentak secara nasional meliputi seluruh provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia.    

Masalah lain yang dihadapi penyelenggara adalah memastikan pelaksanaan Pilkada serentak  berlangsung dengan sukses (pelaksanaan dan pengawasan) dalam kondisi yang aman, nyaman, damai dan bermartabat. Jika penyelenggaraan Pilkada serentak  berlangsung sukses, maka ini semakin meningkatkan kepercayaan (trust) publik atau masyarakat kepada penyelenggara Pilkada (KPU dan Bawaslu/Panwaslu) sehingga untuk melaksanakan Pilkada serentak gelombang-gelombang selanjutnya akan lebih mudah.

Di sisi lain, harus juga dipahami dan disadari bahwa tanggungjawab kesuksesan Pilkada tidak sepenuhnya dibebankan kepada penyelenggara (KPU dan Panwaslu/Bawaslu), tetapi juga menjadi tanggungjawab bersama seluruh pemangku kepentingan Pilkada mulai dari peserta Pilkada (Paslon dan Parpol pendukungnya), masyarakat, dan pemerintah daerah serta pihak keamanan (Polri dan TNI). Karena itu, salah satu kata kunci kesuksesan Pilkada adalah membangun sinergitas antara penyelenggara dengan stakeholder atau pemangku kepentingan Pilkada. Tantangannya adalah bagaimana kita mengelola sinergitas dengan pemangku kepentingan Pikada dengan baik ?

Beragam Tantangan Pilkada :

Sebelum kita membahas sinergitas dengan pemangku kepentingan Pilkada, maka perlu kita petakan masalah dan tantangan yang sering muncul dalam Pilkada antara lain:

1. Masalah Pencalonan,

2. Masalah Rekrutmen Penyelenggara Adhoc,

3. Masalah Data Pemilih,

4. Masalah Kampanye,

5. Masalah Logistik,

6. Masalah Pemungutan Suara,

7. Masalah Politik Uang, Masalah Netralitas PNS,

8. Horizontal, fanatisme antara pendukung bisa berakibat timbulnya konflik horizonta.

9. Masalah Anggaran Pilkada,  

10. Masalah Teror dan Intimidasi,

11. Masalah Provokasi dan Anarkis,

12. Masalah Integritas Penyelenggara,

 

Membangun Sinergitas Pilkada :

Untuk menjawab potensi permasalahan yang muncul di Pikada serentak, maka jawaban kuncinya adalah mutlak dilakukan sinergi dan sinergitas antara semua komponen yang terlibat dalam Pilkada. Sinergi sering diartikan sebagai upaya membangun dan memastikan hubungan kerjasama yang produktif dan kemitraan yang harmonis untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan berkualitas. Sedangkan sinergitas diartikan sebagai proses memadukan beberapa aktivitas dalam rangka mencapai suatu hasil yang baik dan maksimal. Jika sinergitas dikaitkan dengan Pilkada, maka tentu dimaksudkan sebagai proses memadukan beberapa aktivitas dalam upaya mencapai hasil Pilkada yang berkualitas dan berintegritas. Kunci tercapai sinergitas tersebut adalah koordinasi dan kerjasama. Dalam konteks Pilkada maka sinergitas harus diwujudkan oleh para pemangku kepentingan atau stakeholder. Pemahaman tentang stakeholder juga sudah meluas dan mencakup seluruh dimensi. Khusus yang terkait dengan Pilkada, maka stakeholder atau pemangku kepentingan sering diartikan sebagai individu atau kelompok yang memiliki kepentingan mempengaruhi atau dipengaruhi, dan memberikan dampak atau terkena dampak dari aktivitas pencapaian tujuan Pilkada.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun relasi antara lain :

1. Dengan penyelenggara adhoc (PPK/PPS/KPPS), langkah yang dilakukan adalah; (a) membangun forum konsultasi secara rutin; (b) memberikan bimbingan teknis terkait peraturan KPU, sosialisasi, dan mekanisme monitoring dan evaluasi; (c) memastikan proses dan hasil kerja penyelenggaran adhoc adalah transparan, aluntabel, bersih dan menutup peluang sekecil apapun untuk kecurangan atau manipulasi, dan (d) membuat mekanisme pengaduan dan tanggapan masyarakat.

2. Dengan peserta Pilkada, memperlakukan peserta Pilkada (Paslon) secara adil dan setara

3. Dengan pemilih, tersosialisasikannya berbagai informasi Pilkada agar masyarakat paham dan aktif terlibat dalam tahapan Pilkada. Agar pemilih dapat menggunakan hak pilihnya secara tepat waktu, tepat prosedur dan informatif.

4. Dengan organisasi masyarakat sipil, penting dibangun jejaring terutama dalam hal keterlibatan publik dalam kegiatan tahapan Pilkada. Melalui mengawasi proses tahapan, memberi masukan, dan keterlibatan dalam sosialisasi Pilkada.

5. Dengan media massa, langkah yang dilakukan adalah mengidentifikasi media massa yang berada di kabupaten, mengadakan pertemuan dengan pimpinan media di kabupaten, membentuk tim media center, mengadakan jumpa pers secara rutin terkait dengan issu dan kebijakan terbaru, dan sosialisasi yang melibatkan media massa.

6. Dengan Pemerintah Daerah (Prov/Kab/kota),  prinsip utama dalam mengelola relasi dengan Pemda adalah menciptakan ruang komunikasi yang efektif dan setara dalam lingkup kewenangan masing-masing institusi. Mengelola hubungan dengan Pemda harus ditangani secara profesional, berjarak, tetapi juga selalu dalam ruang koordinasi yang terjaga. Relasi penyelenggara Pilkada dengan Pemda terkait dengan data kependudukan/data pemilih, anggaran, dan lokasi kampanye dan pemasangan alat peraga kampanye.

7. Dengan Kepolisian (Polda, Polres), relasi yang paling utama adalah koordinasi dalam keamanan penyelenggaraan tahapan Pilkada. Karena semua tahapan memiliki potensi kerawanan dan gangguan keamanan, maka relasi dengan aparat keamanan harus dibangun dengan prinsip profesional dan koordinatif.

8. Dengan kejaksaan dan Pengadilan (termasuk PTUN), hubungan yang perlu dikembangkan adalah koordinasi dan sinergi berkenaan dengan masalah-masalah hukum dalam Pilkada baik yang bersifat administratif maupun pidana dll. Mengelola hubungan dengan kejaksaan dan pengadilan, melalui pengembangan komunikasi yang efektif dalam lingkup kewenangan masing-masing institusi.

Dengan penggambaran tadi, sangat jelas bahwa sinergitas antara penyelenggara dengan pemangku kepentingan Pilkada lainnya, harus dibangun dengan prinsip keterbukaan, profesional, akuntabel dan sesuai dengan menghormati kewenangan masing-masing institusi.

Penutup :

Demikianlah beberapa pokok fikiran terkait dengan sinergitas penyelenggara dengan pemangku kepentingan (stakeholder) dalam Pilkada serentak. Kita semua tentu ingin bahwa sulsel adalah zona aman Pilkada dan bukan zona merah. Pada Pemilu 2015 yang lalu telah kita buktikan bersama bahwa Kamtimbas di Sulsel berjalan aman, kondusif dan terkendali. Karena itu, tekad kita semua untuk berupaya bahu membahu mensukseskan Pilkada serentak tahun 2017-2018.