Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Tautoto Tana Ranggina hadir sebagai keynote speech (pembicara utama) pada Rapat Koordinasi dan Evaluasi Penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik, Dana Desa Semester 1 dan Workshop Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Tahun 2018 di Aula Gedung Keuangan Negara (GKN) II Jalan Urip Sumoharjo Makassar, Selasa (17/7/2018).

"Acara hari ini memiliki makna sangat strategis bagi pelaksanaan pembangunan kedepan, baik dalam perspektif pembangunan daerah Sulawesi Selatan maupun perspektif pembangunan Nasional," kata Tautoto.

"Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Dana Desa merupakan salah satu anggaran pembangunan
Pemerintah Pusat di Daerah, yang mana salah satu cakupannya adalah untuk membangun dan meningkatkan sarana dan infrastruktur di daerah,"jelasnya.

Terkait dengan progres penyaluran DAK tahap Pertama Semester  dapat kami sampaikan juga bahwa dari 11 bidang DAK yang ada di Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Terdapat 6 (enam) bidang DAK yang telah rampung untuk proses selanjutnya, yakni DAK Bidang SMA, SMK, Jalan, Kesehatan Rumah Sakit Rujukan, Energi Skala Kecil dan Irigasi.

Selanjutnya berkaitan dengan Dana Desa periode laporan per 9 Juli 2018 dari total pagu dana desa di tahun 2018 Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp 1,992 Trilliun lebih pada 2.255 desa, untuk realisasi pencairan dana desa sudah mencapai 60 persen atau sebesar Rp 1,195 Trilliun lebih dari total pagu dana desa di tahun 2018, sedangkan untuk penyalurannya di tahun 2018 dari Rekening Umum Daerah ke Rekening Kas Desa sudah mencapai 36,62 persen atau sebesar Rp 729 Milliar lebih. Serta penggunaan dana desa pada 4 bidang sudah mencapai 31,93 persen atau sebesar Rp 232 Miliar lebih.

Anggaran pembangunan ini bertujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

"Artinya daerah dipersilahkan
untuk membuat program dan kegiatan oleh pemeritah pusat sepanjang itu sesuai dengan sasaran prioritas pembangunan nasional maka hal tersebut akan dibantu dalam pendanaannya," terangnya. 

Namun hal tersebut sangat disayangkan ketika menyusuri satu per satu pasal tentang mekanisme pengelolaan DAK, maka kondisinya
menjadi berbalik, karena sebagaimana dijelaskan dalam mekanisme pengelolaannya. 

DAK dialokasikan dalam APBN sesuai dengan program yang menjadi prioritas nasional, artinya pemerintah pusat yang akan menentukan alokasi DAK dan besarannya beserta menu DAK sesuai dengan usulan daerah yang lebih lanjut kementerian teknis dan dengan kriteria yang ditetapkan.

Untuk itu maka mekanisme perencanaan DAK juga menjadi kewenangan pemerintah pusat, termasuk evaluasi serta pengendaliannya, dan daerah penerima DAK hanya berperan sebagai eksekutor tanpa memiliki kebijakan apapun dalam pengelolaan dana DAK.

Disamping itu, penyaluran dana DAK banyak menimbulkan permasalahan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai kepada evaluasi pelaporannya.

Beberapa hal yang dapat diinventarisir,  diantaranya adalah :

1. Jadwal perencanaan dan penganggaran daerah yang tidak sinkron dengan pemerintah pusat.

2. Regulasi/Juknis Pelaksanaan DAK yang dikeluarkan Pemerintah Pusat/Kementerian Teknis seringkali terlambat sehingga tidak sesuai dengan jadwal perencanaan di daerah dan berdampak terhadap pelaksanaan DAK di daerah.

3. Terdapat beberapa daerah yang mendapatkan alokasi DAK tidak sesuai dengan kebutuhan
daerah.

4. Kurangnya koordinasi dan keterpaduan dalam pemantauan dan evaluasi DAK sehingga rawan terjadinya penyimpangan.

5. Keterlambatan dalam penyampaian laporan dari Kabupaten ke Provinsi yang berakibat penyampaian laporan secara umum ke pusat juga terlambat.

"Dari permasalahan yang telah saya utarakan di atas, maka kita berharap agar pemerintah pusat
dapat mempertimbangkan untuk menyerahkan DAK kepada daerah sebagai bagian dari struktur APBD yang terintegrasi secara utuh," imbuhnya. 

Definisi DAK yang menjelaskan tentang perlunya prioritas nasional untuk dilaksanakan di daerah sudah semestinya diartikan lebih jauh pada tataran kebijakan dalam perencanaan makro, tidak menyasar pada per program atau kegiatan yang justru sangat bertolak belakang dengan keinginan dan kebutuhan daerah.

Tautoto menyampaiakn yang perlu dilakukan oleh pusat adalah pengawasan secara ketat terhadap mekanisme perencana pembangunan daerah agar seiring sejalan dengan tujuan dan sasaran prioritas pembangunan nasional.

DAK memiliki potensi untuk menjadi instrumen pembiayaan pembangunan yang strategis, terlepas dari berbagai masalah dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya. DAK terbukti menjadi salah satu sumber pembiayaan yang diandalkan untuk
penyediaan infrastruktur publik di daerah.

Olehnya itu, dalam pengelolaan DAK ini perlu diketahui bersama Pola Kerja, Bagaimana Proses, Apa Sasaran dan Tujuan yang ingin dicapai, serta apa jaminan kepastian dalam pelaksanaannya. Hal ini sangat diperlukan agar kegiatan yang dilakukan terukur, kemudian didukung oleh data yang akurat. Dan ditunjang oleh Sistem Informasi yang terpadu, sehingga manfaat dan dampaknya dapat
langsung dilihat dan dirasakan oleh masyarakat.

Rapat koordinasi dan evaluasi yang dilaksanakan  hari ini, diharapkan dapat memberikan pemikiran untuk mengakselerasi pembangunan daerah, peningkatan koordinasi dan keterpaduan yang utuh antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta sinkronisasi dengan kegiatan-kegiatan lainnya yang dilaksanakan di daerah.

Pemikiran tersebut tentu akan membawa ke dalam tahap selanjutnya untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang telah dan sementara kita laksanakan, dengan harapan pada tahap evaluasi ini dapat menyediakan data yang akurat sebagai dasar dalam pengambilan
kebijakan dan penentuan alokasi DAK berikutnya yang tentunya tetap berpedoman pada kriteria yang telah ditetapkan.

"Kata kunci dari semua prioritas yang akan kita laksanakan, terletak pada penyelenggaraan pemerintahan yang baik sebagai landasan bagi pembuatan dan penerapan kebijakan negara yang demokratis," pungkas Tautoto. 

Selasa, 17 Juli 2018 (Srf/Na)