Tim Uji Sahih Rancangan Undang-undang (RUU) Etika Penyelenggara Negara (EPN) Komite I DPD RI melakukan kunjungan ke Pemerintah Provinsi Sulsel, di Ruang Rapat Pimpinan Kantor Gubernur Sulsel, Selasa (13/6/2017). 

Sejumlah tim DPD yang hadir diantaranya Bahar Ngitung dari Sulsel,  Roblatul Adawiyah (NTB), Abdurahman Lahabato (Maluku Utata), Eni Sumarni (Jawa Barat),  Yusran Silondae (Sultra).

Maksud kedatangan mereka adalah untuk mendengar masukan-masukan terkait etika dalam penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik dan berintegritas. 

Pasalnya, sejauh ini masih banyak ditemukan penyimpangan dalam tata kelola pemerintahan, baik di pusat maupun daerah. Karena itu, dipandang perlu untuk menggodok draft Rancangan Undang-Undang yang mengatur etika dalam tata kelola pemerintahan. 

Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Abdul Latief mengemukakan, RUU EPN adalah sesuatu yang diperlukan kendati beberapa instansi sudah memiliki kode etik sendiri. "RUU EPN itu nantinya akan menjadi payung utamanya, " ungkap Abdul Latif.

Dia melanjutkan, penyusunan RUU Etika Penyelengaraan Negara (EPN) diperlukan dalam mengatur pejabat penyelenggara negara dalam menata kelola pemerintahan. 

Ia berharap RUU EPN ini dapat menjadi konsepsi reformasi birokrasi melalui pendekatan hukum, sehingga etika yang tidak terukur menjadi terukur. UU EPN ini diperlukan sebagai kontrol bagi para pejabat penyelenggara negara.

Instrumen Hukum yang bersinggungan dengan etika yang berhasil diundangkan hingga saat ini adalah UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN. 

UU diharapkan dapat menciptakan pemerintah yang efektif dan efisien mencegah terjadinya peyalahgunaan sumber daya negara. 

Indonesia memang belum mempunyai UU tentang Etika yang mengatur personalitas penyelenggara negara. Diharapkan undang-undang itu nantinya akan mendukung program revolusi mental yang dicanangkan oleh Presiden RI,  Jokowo Widodo. 

Selasa, 13 Juni 2017 (Ak/Tn)