Beberapa hari terakhir, publik di Sulawesi Selatan ramai-ramai mengangkat issu soal stunting.

Gubernur Sulawesi Selatan Prof HM Nurdin Abdullah pun menjadi sorotan media massa, atas imbauannya mengajak semua unsur memberantas stunting.

Sebagian orang, stunting diibaratkan orang yang kerdil, namun diagnosa kedokteran, orang kerdil tak selamanya stunting.

Hanya dikalangan awam, mereka mengenal stunting ini adalah dia yang kerdil. Namun itu rupanya salah.

Stunting menurut kesehatan adalah orang yang kekurangan gizi, benarkah?

Stunting menurut kamus UNICEF didefinisikan sebagai persentase anak usia 0 sampai 59 bulan dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak.

Selain pertumbuhan terhambat, stunting juga dikaitkan dengan perkembangan otak yang tidak maksimal, yang menyebabkan kemampuan mental dan belajar yang kurang, serta prestasi sekolah yang buruk.

Hal ini membuat para elite pemerintah, khususnya Gubernur Sulsel khwatir akan terjadinya krisis orang-orang cerdas dimasa yang akan datang.

Menanggapi dilema ini, Pemerintah Sulawesi Selatan menganndeng Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga untuk 'mengeroyok' dan berantas stunting di Sulawesi Selatan.

Data Dinas Kesehatan Sulsel, angka stunting di Sulsel dengan persentase 35,7 persen dari total balita di Sulsel (data 2018).

Walaupun begitu, sebagai bangsa yang besar tentu kita semua berharap agar bangsa ini tidak terpuruk gara-gara persoalan stunting.

Di Sulsel, sebagai penyuplai sandang dan pangan bagi seluruh provinsi di Indonesia tentu optimis membawa Indonesia sehat, dan keluar dari persoalan stunting.

### Cegah Stunting!

Dikutip dari laman alo dokter, oleh dr. Allert Benedicto Ieuan Noya. Stunting pada anak dapat dicegah sejak masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun, atau disebut juga sebagai periode 1000 hari pertama kehidupan.

Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko anak mengalami stunting:

- Cukupi kebutuhan zat besi, yodium, dan asam folat

Zat besi, asam folat, dan yodium merupakan nutrisi penting yang wajib dipenuhi ibu hamil untuk mencegah stunting. Kekurangan zat besi dan asam folat dapat meningkatkan risiko anemia pada ibu hamil. Anak yang lahir dari ibu hamil dengan anemia lebih berisiko mengalami stunting.

Ibu hamil bisa mendapatkan ketiga nutrisi ini dengan mengonsumsi telur, kentang, brokoli, makanan laut, pepaya, dan alpukat. Selain itu, ibu hamil juga bisa mengonsumsi vitamin prenatal sesuai anjuran dokter.

- Hindari paparan asap rokok

Agar janin yang dikandung dapat tumbuh dengan sehat, ibu hamil harus berhenti merokok dan menghindari paparan asap rokok. Paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko bayi lahir prematur atau memiliki berat badan kurang.

Jika ada anggota keluarga yang merokok di rumah, sebaiknya ibu hamil memintanya untuk tidak merokok di dalam rumah. Namun, jika ibu hamil sedang berada di luar rumah, paparan asap rokok dapat dicegah dengan mengenakan masker .

- Rutin melakukan pemeriksaan kandungan

Rutin melakukan pemeriksaan kandungan adalah hal yang tidak kalah penting dalam mencegah stunting. Pemeriksaan rutin selama hamil bermanfaat untuk memastikan nutrisi yang dikonsumsi ibu hamil cukup dan mendeteksi jika ada komplikasi pada kehamilan. Semakin cepat diketahui, komplikasi kehamilan dapat semakin cepat diatasi.

Kemudian setelah bayi lahir, lanjutkan upaya pencegahan stunting dengan memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan untuk memaksimalkan tumbuh kembangnya. Setelah berusia lebih dari 6 bulan, bayi dapat diberikan tambahan nutrisi berupa makanan pendamping ASI (MPASI).

- Beragam faktor lingkungan seperti kebersihan lingkungan, pola pemberian makan, dan angka kejadian infeksi pada anak juga berperan terhadap risiko anak terkena stunting. Untuk itu, pastikan makanan yang diberikan pada Si Kecil telah dipersiapkan dengan baik, sehingga terjamin kebersihannya.

- Jangan lupa berikan anak imunisasi sebagai upaya perlindungan terhadap berbagai penyakit infeksi, terutama imunisasi dasar sesuai anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

- Jika orang tua melihat Si Kecil memiliki perawakan yang lebih pendek dibanding anak sebayanya, sebaiknya bawa ia ke dokter anak untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang terbaik.

Oleh Saldy Irawan di Makassar (Rabu 11 Desember 2019)