Makassar, sulselprov.go.id - Dari luar, bangunan sederhana di Jalan Sunu, Kota Makassar, tampak seperti kedai biasa. Namun siapa sangka, di balik etalase donat yang tersusun rapi itu, ada cerita tentang perjuangan, pemberdayaan, dan inklusi.
Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Fatmawati Rusdi, Sabtu, 2 Agustus 2025, menyambangi Donat Tuli Café Mella dan Rumah Qur’an Tuli Nur Afiah, dua tempat yang menjadi simbol kemandirian dan inklusi komunitas tuli.
Dua inisiatif ini dirintis oleh Hj. Ramlah, seorang perempuan tuna rungu yang juga menjabat sebagai Pembina DPD Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN) Sulsel.
Kunjungan Wakil Gubernur turut didampingi oleh Ketua Dharma Wanita Persatuan Sulsel Melanie Simon Jufri, perwakilan organisasi wanita Forkopimda, dan Kepala Dinas P3AP2KB Sulsel, Hj. Andi Mirna.
“Saya merasa sangat senang dan bangga bisa hadir di tengah teman-teman tuli. Ini adalah bagian dari komitmen dan kepedulian kami di pemerintah provinsi,” ujar Fatmawati dalam sambutannya.
Wagub menekankan pentingnya membumikan konsep pembangunan inklusif dalam kebijakan nyata. Bukan hanya dalam bentuk narasi, tetapi harus dirasakan langsung oleh masyarakat, termasuk penyandang disabilitas.
“Kami ingin melihat pembangunan yang tidak meninggalkan siapa pun. Setiap manusia punya potensi, dan tugas kita semua adalah memastikan potensi itu bisa tumbuh,” kata Fatmawati.
Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya menghapus stigma terhadap penyandang disabilitas. Ia mengajak mereka untuk terus berkarya, percaya diri, dan mengambil bagian dalam pembangunan daerah.
“Jangan merendahkan diri karena kekurangan. Terus asah potensi, terus berkarya. Kita tunjukkan bahwa disabilitas juga punya ruang yang sama dalam membangun Sulsel,” tegasnya.
Fatmawati menyatakan komitmen untuk memperluas kolaborasi dan menyarankan agar juru bahasa isyarat (JBI) tersedia di berbagai layanan publik serta acara resmi pemerintah.
“Termasuk di rumah ibadah dan ceramah Jumat. Kita ingin semua mendapat hak informasi yang setara,” ujarnya.
Dalam kunjungannya, Fatmawati turut menerima Juz Amma metode kitabah, pembelajaran Al-Qur'an melalui penulisan, yang membantu pemahaman visual untuk penyandang tuli. Ini juga diajarkan di Rumah Qur’an Tuli dan meninjau langsung proses produksi donat dan kerajinan tangan karya karyawan tuna rungu di Donat Tuli.
Hj. Ramlah menceritakan perjuangannya membangun usaha sejak 2010, dari menitip donat di warung kecil hingga kini mempekerjakan delapan karyawan tuna rungu dan mencatat omzet harian Rp2–3 juta.
Usahanya tumbuh pesat setelah mendapatkan dukungan fasilitas rebranding dari pemerintah. Bahkan beberapa mantan karyawannya telah membuka usaha sendiri.
“Dulu saya hanya jualan dari warung ke warung. Tapi setelah difasilitasi rebranding, usaha saya berkembang. Sekarang saya juga mendirikan Rumah Qur’an untuk teman tuli agar bisa belajar mengaji,” ucap Ramlah melalui juru bahasa isyarat.
Sementara itu, Ketua DPD GERKATIN Sulsel, Andi Arfan, menyoroti masih minimnya akses JBI di ruang-ruang publik, termasuk dalam acara resmi seperti upacara kemerdekaan.
“Kami butuh juru bahasa isyarat agar bisa mengikuti semua kegiatan dengan utuh,” jelasnya.
Kegiatan ini menjadi bukti bahwa kebijakan inklusif tidak hanya bisa ditulis, tetapi juga harus dihidupkan melalui tindakan nyata. Fatmawati menutup kunjungannya dengan pesan kuat, “Mari kita dorong kemandirian. Bukan karena belas kasihan, tapi karena penghargaan terhadap potensi,” tutupnya. (*)