Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel patut dijadikan contoh pengelolaan keuangan. Indikatornya, proporsionalitas antar jenis belanja, khususnya belanja pegawai sudah bisa ditekan.

Direktorat Jendral (Dirjen) Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Dr. Drs Reydonnyzar Moenek, M. Devt M, mengatakan, Sulsel patut jadi contoh untuk pengelolaan keuangan. Indikatornya, proporsionalitas antar jenis belanja, khususnya belanja pegawai sudah bisa ditekan.

Di Pemprov Sulsel, belanja pegawai hanya 15 persen saja. 

"Bandingkan dengan beberapa provinsi lain, katakanlah dengan DKI Jakarta yang belanja pegawainya 31,2 persen. Sepertiga dari total APBD sudah habis hanya untuk belanja pegawai," ujar Reydonnyzar, di sela-sela Sosialisasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2017, di Hotel Four Points by Sheraton Makassar, Selasa (2/8/2016).

Reydonnyzar menuturkan, Pemprov Sulsel juga bisa meningkatkan porsi belanja barang dan jasa. "Intinya, belanja barang dan jasa dan belanja modal harus lebih besar dari belanja pegawai untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Bayangkan kalau belanja pegawai lebih besar. Kita ingin mendorong, agar pemerintah dan dewan punya komitmen yang sama untuk meningkatkan belanja modal dan belanja barang dan jasa," jelasnya.

Ia menilai, kualitas belanja daerah, antara belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal cukup proporsional di APBD Sulsel. Saat ini, perlahan tapi pasti, daerah sudah mulai mengurangi belanja hibah, bantuan sosial, kemudian belanja bantuan keuangan. Tapi, memperbesar belanja publik untuk pelayanan publik. 

"Tadi kita bisa lihat datanya bahwa kebanyakan dan hampir semua pemerintah daerah punya komitmen yang kuat di Sulsel untuk membelanjakan belanja modal. Karena belanja modal itu adalah belanja yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah. Jadi, itu yang kami harapkan melalui Permendagri Nomor 31 Tahun 2016 ini, dimana Presiden meminta pada Menteri Dalam Negeri agar belanja daerah betul-betul pada pelayanan publik. Alhamdulillah kita mencatat Provinsi Sulsel cukup baik, mulai mengurangi hibah dan bantuan sosial yang dalam tingkatan tertentu sedikit mengalami kerawanan, kemudian juga bantuan keuangan," paparnya. 

Menurutnya, Gubernur Sulsel bersama DPRD Sulsel punya kemauan politik yang bagus, dibandingkan di daerah lain. Termasuk pada tingkat kabupaten/kota. 

"Data mengatakan, belanja modal lebih banyak dari belanja pegawai. Meskipun pada catatan kami, belanja pegawai masih ada juga yang cukup besar, katakanlah Kota Makassar yang masih agak besar," bebernya.

Terkait adanya daerah yang terlambat menetapkan Peraturan Daerah (Perda) APBD, yakni Kabupaten Jeneponto dan Gowa, pihaknya akan melakukan kajian penyebab keterlambatan. Biasanya, ada persepsi yang berbeda antara pemerintah daerah dan DPRD. 

"Kami berharap ke depan, komunikasi kepala daerah dan DPRD pada daerah yang terlambat itu, semakin diintensifkan. Karena stabilitasi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah akan menjadi komitmen kita bersama. Data kami di tahun 2015 semua daerah tepat waktu di Sulsel. Tahun 2016 ini, ada dua yang terlambat menetapkan Perda APBD," urainya.

Ia mengingatkan, saat ini sedang berproses Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang sanksi yang akan diberikan kepada daerah yang terlambat menetapkan Perda APBD. Misalnya, ditunda penyaluran DAK untuk daerah yang bersangkutan, pemotongan anggaran, hingga tidak dibayarkannya gaji kepala daerah dan anggota dewan.

"Tentu harus ada kajian siapa yang mengakibatkan keterlambatan, itu baru diberikan sanksi," tegasnya.

Sementara, Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, menekankan, pengelolaan keuangan daerah yang dimulai dari perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, agar didasarkan pada peraturan perundang-undangan dalam rangka menghindari munculnya permasalahan hukum di kemudian hari. Selain itu, secara substansial pengelolaan keuangan daerah juga semaksimal mungkin berorientasi pada kepentingan publik, pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja.

Selasa, 2 Agustus 2016 (Dw/Rs)