Berkomunikasi di media sosial sama dengan berkomunikasi di dunia nyata, ada rambu-rambu. Pasal KUHP bisa diterapkan dan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik bisa dijeratkan. Etika bermedsos harus terus digalakkan. Intensitas himbauan dan sosialisasi ditingkatkan agar tidak memicu berlanjutnya pertengkaran, kebencian, pertentangan yang menyebabkan perpecahan. Muncul naluri kebengisan, melakukan tindakan tidak terpuji disertai cara-cara tidak manusiawi.

Dan pada saat yang sama harus disadari, medsos terdiri dari berbagai kepentingan dan berbagai kelompok di masyarakat. Kehadiran media sosial harus melahirkan semangat membangun solidaritas sosial antar bangsa. Kecerdasan dan kebijakan sangat dibutuhkan dalam meredam gejolak sosial.

Perlu gerakan bersama menjaga keutuhan. Apapun alasannya tidak dibenarkan main hakim sendiri.  Kegeraman Jokowi menghentak kesadaran, “Hentikan Main Hakim Sendiri.”  Bukan tanpa sebab presiden menghimbau pihak berwajib menindak tegas segala bentuk kekerasan. Data Southeast Asia Freedom of Ekpression Network (SAFEnet) terdapat 57 korban persekusi sejak Januari-Mei 2017 (Kompas).

Persekusi adalah intimidasi yang dilakukan oleh orang atau organisasi terhadap korban telah menulis di medsos yang isinya dianggap menghina tokoh. Korban dipaksa menandatangani permintaan maaf, bahkan tak jarang mengalami kekerasan verbal. Rambu bermedsos dilanggar, muncul persekusi. Ada pihak keberatan tokohnya dihina dan dicacimaki, tidak serta merta menerima perlakuan tsb. Mereka mendatangi bahkan menyekap pelaku. Penggambaran persekusi dibalut kekinian  sebenarnya hanya istilah hukum yang khas  dan spesifik dalam kaitan dengan Hak Azasi Manusia. Dan dalam situasi yang khusus pula, manakala mekanisme perlindungan nasional tidak tersedia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia persekusi adalah pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga yang kemudian disakiti, dipersusah atau ditumpas. Memerkusi berarti menyiksa, menganiaya. Pelaku persekusi dapat dikenakan tindak pidana melawan hukum, perampasan kemerdekaan. Kelompok masyarakat tidak behak memaksa seseorang untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya. Apapun jenis konflik dalam masyarakat diselesaikan melalui jalur hukum apabila diduga melanggar hukum. Sangat dilarang main hakim sendiri di era keterbukaan dan di negara yang taat hukum. Hukum adalah panglima. Perlu dipahami bahwa untuk sampai pada taraf telah terjadi tindakan persekusi harus dilihat kasus perkasus. Boleh saja orang mengaku dirinya korban persekusi, harus diverifikasi dan diuji kredibilitasnya.

Kita perlu mengambil langkah yang efektif untuk memantapkan persatuan bangsa. Langkah awal anjuran untuk tidak menyampaikan hal berbau kebencian dari segi agama, etnis dan ras di medsos. Sedikit demi sedikit jika bibit kebencian yang disebar maka cepat atau lambat akan berakibat fatal, apabila tidak ditangani segera, kehancuran menunggu. Tenun kebangsaan terkoyak, susah dirajut kembali. Pembangunan sumber daya manusia terhambat maju, berkutat pada kondisi marah, cemburu, nyinyir,  mencacimaki  melalui medsos.

Warisan budaya khas Indonesia harus mendasari dalam meredam kegaduhan. Kebersamaan dan toleransi jadi rohnya. Religius dan menyerahkan persoalan kepada Allah Swt sebagai patron dalam berbuat kebajikan melalui dialog agama. Penyampaian tidak arogan dan merendahkan pandangan orang lain, wajib memperhatikan dengan seksama. Dengan harapan memperoleh pandangan lain yang menyejukkan. Yang diperlukan adalah menghargai perbedaan.

Mengajak berperilaku yang elegan dan bermartabat di medsos maupun dalam keseharian dengan jiwa welas asih, cinta damai dan hidup rukun. Sangat relevan ajaran yang diperintahkan nabi, tidak saling menyakiti sesama mahluk hidup. Dialog ke agamaan dapat diharapkan mendorong dan menumbuhkan kesadaran, pengetahuan dan apresiasi terhadap keragaman agama dan pemahaman keagamaan secara signifikan. Kita harus mau menerima fakta, pandangan keagamaan bukan kesalahan. Diharapkan bisa menumbuhkan sikap apresiatif dalam keyakinan lain yang berbeda pandangan. Berdebat bukan pertikaian, beradu argumentasi hal biasa dalam berdemokrasi.

Melihat maraknya pelaku terhadap korban main hakim sendiri di tanah air yang bersumber dari opini dibelantara medsos, segala tindakan intimidasi dan perbuatan tidak menyenangkan harus segera ditangani oleh pihak berwajib. Persekusi adalah sebuah bentuk pelanggaran hukum kategori kasus biasa dan khas. Apabila terbukti harus dipetanggungjawabkan. Pihak berwajib tidak diperkenankan melakukan pembiaran atau mendiamkan persekusi terjadi di masyarakat. Harus sigap dan mengayomi sekaligus menciptakan rasa aman terutama untuk masyarakat kalangan bawah atau perempuan/ anak dan mampu hentikan kekerasan atas nama apapun di bumi pertiwi. Ketegasan aparat penegak hukum harus dimaksimalkan dalam menangani kasus kekerasan, main hakim sendiri oleh sekelompok warga. Mampu menghentikan pelanggaran dan meluruskan kesalahpahaman persekusi agar tidak salah kaprah.

(Divia/Mks).