Banjir dan tanah longsor yang terjadi di Kabupaten Gowa dan daerah lainnya di Sulsel beberapa waktu lalu, dipengaruhi oleh beberapa hal. Diantaranya curah hujan yang tinggi, serta alih fungsi lahan kawasan hutan.

Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Sulawesi Selatan, Muhammad Tamzil mengaku banjir dan longsor yang terjadi di Gowa beberapa waktu lalu disebabkan banyak faktor, salah satunya alih fungsi lahan kawasan hutan.

Tamzil menjelaskan, ada beberapa fungsi hutan, seperti hutan produksi yang dikelola PT Hutani, di kawasan Jeneberang, kawasan konservasi taman wisata alam kawasan Malino seluas 400 hektare (ha) dan kawasan hutan lindung.

"Memang banyak hal yang mempengaruhi terjadinya banjir kemarin, di samping curah hujan diatas normal, alih fungsi lahan itu yang memang banyak terjadi, ya toh tidak bisa kita pungkiri Oleh karena itu pemerintah Gowa kemarin atas rekomendasi Gubernur telah mengusulkan ke Kementerian lingkungan hidup untuk mengadakan review tata ruang," ungkap Tamzil saat ditemui di Kantornya, Senin (04/02/2019).

Menurut Tamzil, konsep sebenarnya ada pada pengaturan tata ruang hutan, harus dipetakan antara kawasan yang harus dijaga dan kawasan untuk budidaya. Terkait, rencana revitalisasi hutan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), disebutnya perlu dikelola secara terpadu.

"Secara terintegrasi semua pihak yang berkepentingan itu harus duduk bersama untuk menyelamatkan waduk Bili-bili apalagi waduk ini sangat vital bagi penduduk Sulsel, khususnya Makassar, Gowa dan sekitarnya. Disamping untuk irigasi juga untuk kepentingan air minum," paparnya.

Tamzil lebih jauh mengatakan, pihaknya telah melakukan kunjungan ke beberapa titik di Gowa seperti di Bongaya, Malino, Sapaya serta Parangloe yang hampir sebagian besar terjadi longsor di luar kawasan hutan.

"Saya sudah kunjungi di Bongaya, Malino, Sapaya serta Parangloe yang hampir sebagian besar terjadi longsor di luar kawasan hutan, karena kondisinya selain tanahnya yang labil, juga karena masyarakat hanya menanam tanaman semusim seperti jagung, cengkeh," lanjutnya.

"Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK)  Republik Indonesia, Siti Nurbaya Bakir, sudah mendukung agar tanaman yang ditanam masyarakat adalah yang jenis tanaman buah-buahan seperti durian, lengkeng, rambutan, serta lainnya, sehingga tetap memberi nilai ekonomi bagi masyarakat," pungkasnya.

Peristiwa banjir dan longsor yang terjadi beberapa waktu yang lalu, menjadi pelajaran karena cuaca hujan yang ekstrem yang kemudian tidak bisa diserap alam, kerusakan hutan dan lingkungan, serta daya tampung bendungan, harus bisa segera dilakukan pembenahan," tutupnya.

Senin, 4 Februari 2019 (Srf/Er)