Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali orang yang mempertukarkan istilah teknologi informasi dan sistem informasi seenaknya, tanpa tahu perbedaan mendasar dibalik kedua istilah yang sedang trend tersebut. Ada baiknya di abad informasi ini, pengertian kedua istilah tersebut diperjelas agar tidak terjadi salah kaprah, terutama jika wakil praktisi teknologi dari Indonesia harus berbicara di forum internasional. Istilah ‘teknologi informasi’ mulai dipergunakan secara luas di pertengahan tahun 80-an. Teknologi ini merupakan pengembangan dari teknologi komputer yang dipadukan dengan teknologi telekomunikasi.
Definisi kata ‘informasi’ sendiri secara internasional telah disepakati sebagai ‘hasil dari pengolahan data’ yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan dengan data mentah. Komputer merupakan bentuk teknologi informasi pertama (cikal bakal) yang dapat melakukan proses pengolahan data menjadi informasi. Dalam kurun waktu yang kurang lebih sama, kemajuan teknologi telekomunikasi terlihat sedemikian pesatnya, sehingga telah mampu membuat dunia menjadi terasa lebih kecil (mereduksi ruang dan waktu = time and space).
Dari sejarah ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan teknologi informasi adalah suatu teknologi yang berhubungan dengan pengolahan data menjadi informasi dan proses penyaluran data/informasi tersebut dalam batas-batas ruang dan waktu. Dengan berpegang pada definisi ini, terlihat bahwa komputer hanya merupakan salah satu produk dalam domain teknologi informasi. Modem, Router, Oracle, SAP, Printer, Multimedia, Cabling System, VSAT, dan lain sebagainya, merupakan contoh dari produk-produk teknologi informasi.
Definisi sistem
Kata ‘sistem’ mengandung arti ‘kumpulan dari komponen-komponen yang memiliki unsur keterkaitan antara satu dan lainnya’. Sistem informasi merupakan suatu kumpulan dari komponen-komponen dalam perusahaan atau organisasi yang berhubungan dengan proses penciptaan dan pengaliran informasi. Dalam hal ini, teknologi informasi hanya merupakan salah satu komponen kecil saja dalam format perusahaan. Komponen-komponen lainnya adalah: proses dan prosedur, struktur organisasi, sumber daya manusia, produk, pelanggan, supplier, rekanan, dan lain sebagainya.
Secara teori, di satu titik ekstrim, suatu sistem informasi yang baik belum tentu harus memiliki komponen teknologi informasi (lihat perusahaan-perusahaan pengrajin kecil dengan omset milyaran); sementara di titik ekstrim yang lain, komputer memegang peranan teramat sangat penting dalam penciptaan produk (perhatikan perusahaan manufakturing Jepang yang mempekerjakan robot untuk seluruh proses perakitan). Jadi, kehandalan suatu sistem informasi dalam perusahaan atau organisasi terletak pada keterkaitan antar komponen-komponen yang ada, sehingga dapat dihasilkan dan dialirkan suatu informasi yang berguna (akurat, terpercaya, detil, cepat, relevan, dsb.) untuk lembaga yang bersangkutan.
Aspek demand dan supply
Dengan berpegang pada definisi-definisi sederhana di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara ‘sistem informasi’ dan ‘teknologi informasi’. Dalam sebuah perspektif lain, kita dapat melihat bahwa ‘sistem informasi’ merupakan sisi demand dari perusahaan dalam menjalankan kegiatan manajemen sehari-hari, sementara ‘teknologi informasi’ merupakan sisi supply dari kebutuhan perusahaan tersebut.
Gambar di atas memperlihatkan contoh umum dari kebutuhan akan sistem informasi perusahaan, dari tingkatan terendah (transaksi, dibutuhkan oleh supervisor) sampai dengan yang tertinggi (strategis, dibutuhkan oleh direktur) yaitu: Database Information System, Transactional Information System, Management Information System, Decision Support System, dan Executive Information System. Dari sisi supply, dikembangkanlah produk-produk teknologi informasi sebagai jawaban terhadap kebutuhan tersebut, mulai dari jenis medium transmisi (kabel, serat optik, dsb.) tempat data secara fisik mengalir, sampai dengan aplikasi-aplikasi multimedia untuk menampilkan informasi yang telah diproses.
Jika dianalogikan dengan ilmu ekonomi dapat disimpulkan, bahwa jika demand melebihi supply, akan terjadi shortage (kekurangan produk di pasaran); sebaliknya jika supply melebihi demand, akan terjadi excess supply (kelebihan produk). Apakah hal ini berlaku untuk suatu produk yang bernama informasi? Dalam kerangka ideal seharusnya hal tersebut berlaku, namun dalam kenyataannya tidak terjadi kesepakatan bersama (equilibrium). Ada gap yang tidak kecil antara demand dan supply yang terjadi sebagai dampak normal dari evolusi teknologi dan dunia bisnis.
Gap pertama yang segera dapat terlihat adalah latar belakang personel dari masing-masing domain. Jika dari sisi supply akan didominasi oleh orang-orang yang berlatar belakang bisnis dan manajemen, dari sisi supply terdiri dari mayoritas orang-orang teknis. Cara mereka masing-masing melihat, menilai, merumuskan, dan memutuskan sesuatu sudah merupakan perbedaaan tersendiri yang sering menghambat komunikasi. Gap kedua adalah dari tingkat kepahaman mengenai hakekat informasi itu sendiri. Walaupun secara teknologi semua perusahaan di dunia dapat membeli peralatan yang paling canggih atau state-of-the-art, namun utilitasnya dapat sangat berbeda, karena sebagian besar perusahaan masih memiliki pandangan (state of the mind) yang konservatif mengenai nilai strategis dari informasi, sehingga sering kali yang terjadi adalah fenomena ‘over investment’ atau ‘under investment’ terhadap teknologi informasi. Gap ketiga dan yang terjadi sebagai dampak era globalisasi yang telah membuat lingkungan bisnis menjadi sangat dinamis. Bisnis yang cepat berubah menyebabkan perusahaan harus segera cepat beradaptasi dengan format lingkungan yang baru.
Dalam implementasinya, perubahan ini akan berdampak pada proses manajemen, struktur organisasi, sumber daya manusia, dan kebijakan-kebijakan. Dilihat dari sisi supply (teknologi informasi), kebutuhan atau demand perusahaan akan sistem informasi merupakan ‘moving target’ (target yang bergerak), yang teramat sulit diikuti dan dicari jalan pemecahannya. Sering terjadi perdebatan sengit antara praktisi manajemen dan teknologi informasi mengenai pendekatan mana yang harus diikuti: teknologi informasi sebagai pendukung bisnis, atau bisnis mengikuti perkembangan teknologi informasi.
Gap kebutuhan dan permasalahannya
Beberapa ahli sistem informasi dan teknologi informasi di dunia sudah memulai melakukan riset untuk memperkecil ketiga gap yang terjadi. Untuk memecahkan gap pertama, mereka sedang dalam tahap mencari sebuah model atau kerangka yang dapat disepakati formatnya oleh kedua belah pihak yang memiliki latar belakang ilmu yang berbeda. Gap kedua dapat teratasi dengan memakai pendekatan edukasi melalui jalur-jalur yang ada, seperti pemberian pelatihan, pengadaan jurusan-jurusan atau program studi baru di universitas (manajemen informatika dan sistem informasi), penyelenggaraan seminar, dan lain-lain.
Sedangkan untuk menyelesaikan gap yang ketiga, ada dua usaha yang dilakukan oleh para praktisi dari masing-masing domain. Di sisi sistem informasi, banyak para ahli manajemen berusaha mencoba mencari karakteristik perusahaan modern dimana faktor teknologi informasi dimasukkan sebagai salah satu faktor terpenting dewasa ini; sementara di sisi teknologi informasi, para pakar perangkat lunak mulai mencoba membangun suatu sistem aplikasi yang dapat beradaptasi dengan cepat sesuai dengan perubahan dinamis perusahaan. Dan pada saatnya nanti ketiga gap di atas dapat terpecahkan, dalam arti kata aspek demand dan supply sudah dapat dipertemukan secara sempurna, dunia akan benar-benar berada di abad yang baru.(Mughni)