MESTINYA ada pendidikan kepemimpinan untuk melahirkan pemimpin yang negarawan dan memilii nasionalisme yang tinggi. Sebab makin tinggi kepemiampinan, maka pemimpin itu makin tuntut memiliki track record yang baik termasuk bagaimana mempertahankan pembangunan karakter nasional dari kesehariannya. Jadi, ada pikiran nasionalisme yang harus berkembang agar tidak sekuler, dan tidak egosentris kedaerahan.

      Memang, seorang pemimpin yang baik itu, tentu saja tidak  harus berkiprah lagi seprti dalam dunia pendidikan kaku ala Lemhanas di zaman dulu. Dia harus bersahabat dengan “mister google” misalnya. Saya kira, bergaul dengan “mister google” maka dia sama saja bergaul dengan para pakar, disekitarnya, dia punya web, dia blugger yang membantunya banyak hal, dia bisa oleh semua itu menjadi bagian-bagian baru dari kepemimpinannya. Kalau ada kepemimpinan sangat gaptek (gagap teknologi), maka tidak laku di zaman ini. Intinya, teknologi adalah bagian penting dari kepemimpinan di kekinian.

      Sekarang ini, menyelesaikan masalah terutama dari pemerintahan tidak boleh hitung bulan, pantang itu. Bahkan tidak boleh hitung hari lagi. Sekarang kita mau menuju menghitung menit. Yang tadinya izin kelar tiga bulan atau enam bulan, dipersingkat menjadi tidak boleh lebih dari 3 hari. Itu harus terjawab bisa atau tidak. Bahkan di Pemprov Sulsel, kita sudah mau menuju ke per menit. Bahkan  

Bahkan dengan handphone dan intenet saja, rekomendasi perizinan itu sudah bisa terbit.

      Pemimpin harus mampu menjawab segala izin itu dengan hitungan menit sebab teknologi memungkinkan. Hanya saja, bila hal itu diterapkan maka memang dibutuhkan frame akademik intelektual, manajemen-manajemen baru yang menggunakan IT (information technology), dan kemudian behavior leadership yang harus kuat mendorongnya.

      Kunci dari segalanya tersebut adalah public trust, saling percaya. Tetapi bagaimana orang mau percaya kalau pemimpinyalebih memikirkan diri sendiri. Seorang pemimpin yang hanya melihat pendekatan-pendekatan jarak pendek, tidak mobil. Jika pandangannya hanya di dashboard, maka aspal jalan yang kita lihat empat sampai lima meter kita di depan. Tetapi pemimpin yang pandangannya jauh di depan, jauh dari dashboard maka dashboard  pun terlihat tikungan, kiri-kanan terlihat, lubang-libang terlihat, dan dia bisa memacu kecepatannya lebih cepat

      Yang pastinya pemimpin di kekinian tidak boleh “gagap teknologi”. IT adalah keharusan. Dia harus tahu dan menguasai internet. Untuk itulah, setiap pemimpin yang menyadari kekurangan tersebut, mestilah belajar-tak boleh hanya menjadi penonton agar harapan dan keinginan rakyat dapat segera terjawab.

 

                                                                                          (Makassar, 3 Agustus 2014)